TEMPO.CO, Boyolali – Sebagian bekas anggota Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) yang ditampung di Asrama Haji Donohudan, Kabupaten Boyolali, menolak solusi yang ditawarkan pemerintah, yakni bekerja di sejumlah perusahaan. "Kami tidak mau bekerja di perusahaan atau pabrik, tidak mau menjadi buruh yang kerjanya terikat," kata Kusyono, mantan anggota Gafatar asal Kabupaten Purbalingga, Rabu, 24 Februari 2016.
Kusyono adalah satu dari 39 eks anggota Gafatar asal Jawa Tengah yang dipulangkan dari Kalimantan Timur pada Selasa lalu. Sebelumnya, bujangan 32 tahun itu ditampung di Embarkasi Haji Batakan, Balikpapan, selama empat hari.
Kusyono bergabung sebagai anggota Gafatar pada 2014. Sebelum ikut hijrah ke Kalimantan, dia bekerja sebagai buruh serabutan di Purbalingga. "Saya bergabung karena tertarik dengan program kemandirian pangan Gafatar," ujarnya.
Selama setahun tinggal di Kampung Mendung, Kecamatan Muara Pahu, Kutai Barat, Kusyono dan 13 keluarga anggota Gafatar bertani di lahan yang disewa dari warga setempat (suku Dayak). "Indonesia dulu terkenal sebagai negara agraris. Jadi tidak salah kalau kami memilih bertani. Kerjanya bebas, tidak seperti buruh pabrik," ucapnya.
Pendapat senada diutarakan Zainudin, 40 tahun, mantan anggota Gafatar asal Sumatera Utara yang sudah genap sebulan ditampung di Asrama Haji Donohudan. "Belum ada gambaran bekerja sebagai buruh pabrik sepulang dari sini. Kami inginnya kembali bertani," tutur ayah tiga anak itu.
Menurut Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Boyolali Purwanto, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi sudah menginstruksikan kepada perusahaan-perusahaan untuk turut membantu para mantan anggota Gafatar dengan memberikan peluang bekerja. “Sudah kami sampaikan ke perusahaan-perusahaan di Boyolali," kata Purwanto.
Salah satu perusahaan garmen di Boyolali, PT ECO Smart Garment Indonesia, siap menerima eks anggota Gafatar. "Tapi kami butuh kepastian dari pemerintah ihwal status mereka, agar tidak timbul masalah pada kemudian hari," ucap pegawai bagian Resource Management General Manager PT ESGI, Nurdin Setiawan.
Status yang dimaksud Nurdin adalah kadar keterlibatan eks anggota Gafatar, apakah termasuk dalam struktur kepengurusan organisasi, sekadar ikut-ikutan, atau hanya sebagai korban. “Kalau sudah jelas statusnya, kami siap menampung mereka,” ujar Nurdin.
DINDA LEO LISTY