TEMPO.CO, Serang - Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Golkar Banten Tatu Chasanah mengisyaratkan memilih kubu yang diakui pemerintah terkait dengan kekisruhan yang terjadi pada partai politik berlambang beringin ini. "Kami akan mengikuti apa pun yang menjadi keputusan pemerintah," kata Tatu, Jumat, 13 Maret 2015.
Adik kandung Gubernur Banten nonaktif Ratu Atut Chosiyah ini mengaku prihatin dengan dualisme yang banyak terjadi pada sejumlah parpol saat ini. "Seperti yang kita lihat, partai politik sebagai alat demokrasi mengalami kemunduran. Dualisme partai-partai yang belakangan muncul, seperti PPP dan Golkar, sebagai salah satu buktinya. Ini memprihatinkan," ujar Tatu yang juga kerap dipanggil Ratu Tatu ini.
Baca Juga:
Menurut Tatu, hingga saat ini dia masih menunggu keputusan di DPP Partai Golkar untuk duduk bersama bermusyawarah menyelesaikan masalah dalam internal Partai Golkar. "Saya selaku Ketua Golkar Provinsi Banten merasa sedih melihat Partai Golkar seperti ini," kata Tatu.
Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly mengesahkan kepengurusan Golkar yang diketuai Agung Laksono. Keputusan itu diambil berdasarkan amar putusan Mahkamah Partai Golkar yang mengabulkan untuk menerima kepengurusan DPP Golkar hasil Munas Ancol secara selektif di bawah kepemimpinan Agung Laksono.
Dualisme Golkar bermula dari kembali majunya Aburizal Bakrie sebagai ketua umum partai. Dalam munas yang berlangsung di Bali pada Desember lalu, Aburizal terpilih kembali sebagai ketua umum. Hasil ini diprotes sebagian kader yang kemudian membuat munas tandingan di Ancol. Agung Laksono terpilih sebagai ketua umum dalam munas tersebut.
Penyelesaian kisruh ini telah dibawa ke Kementerian Hukum dan HAM, pengadilan negeri, hingga Mahkamah Partai. Mahkamah membacakan putusan sidang atas konflik dualisme kepengurusan partai pekan lalu di DPP Golkar, Slipi, Jakarta Barat.
Dua hakim Mahkamah, Andi Mattalata dan Djasri Marin, dengan tegas memenangkan kubu Agung Laksono. Sedangkan Muladi dan Natabaya memilih tak bersikap. Kedua kubu pun segera melapor ke Kementerian Hukum dan HAM untuk mengesahkan kepengurusan.
WASI'UL ULUM