TEMPO.CO, Yogyakarta - Acara diskusi dan pemutaran film Senyap (The Look of Silence) di gedung Student Center UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, tetap berlanjut meskipun diancam akan diserbu massa pada Rabu, 11 Maret 2015. Acara itu digelar aliansi 16 organisasi kampus tersebut.
Ketua panitia, Ahmad Haidar, menyatakan nonton bareng tetap berlangsung dengan risiko apa pun. "Kami ingin mempertahankan kedaulatan akademis di kampus," katanya di sela acara.
Sebelum acara itu berlangsung, seratusan orang, yang sebagian berjubah, mendatangi kampus UIN Sunan Kalijaga. Mereka berkumpul di pinggiran jalan di depan masjid UIN Sunan Kalijaga. Lokasi itu berjarak sekitar 300 meter dari gedung Student Center.
Massa tertahan di sana dan tidak bisa menggeruduk Student Center karena mahasiswa menutup pintu gerbang kampus menuju lokasi acara pemutaran film. Puluhan polisi berjaga di dekat gerbang kampus yang ditutup itu. Sebagian polisi lain berjaga di sekitar Student Center.
Sekitar pukul 10.00 atau setengah jam sebelum acara berlangsung, massa meninggalkan kampus. Namun mereka sempat kembali ke lokasi semula kemudian pergi lagi.
Sebelum acara itu berlangsung, Rektor UIN Sunan Kalijaga Ahmad Minhaji meminta mahasiswanya membatalkan acara pemutaran Senyap. Alasan dia, Lembaga Sensor Film sudah menyatakan film itu terlarang. "Kalau diskusi, silakan. Tapi, soal pemutaran film, sudah ada larangannya dari pemerintah," katanya.
Ahmad menuturkan telah bertemu dengan perwakilan massa. Menurut dia, juru bicara massa, Umar, menyatakan hanya menolak pemutaran film dan tidak mempermasalahkan acara diskusi.
Meskipun demikian, mahasiswa menolak anjuran rektornya. Kepada wartawan, Ahmad menyatakan tidak bertanggung jawab apabila terjadi kerusuhan. "Kalau terjadi perbuatan anarkistis, itu sudah bukan urusan kampus. Itu urusan polisi," ucapnya.
Haidar menilai rektorat kampusnya tidak berani melawan intervensi massa yang mengancam kebebasan berekspresi dan berpendapat. Dia berharap, apabila acara pemutaran dan diskusi film Senyap berjalan lancar, itu akan berpengaruh luas.
"Kami berharap kampus-kampus lain yang sebelumnya jadi korban pelarangan ikut berani. Ini masalah kedaulatan forum akademik," kata Haidar.
Sebelumnya, pada 26 Februari 2015, prajurit TNI di Komando Distrik Militer 0733 BS Semarang nonton bareng film Senyap. Mereka memutar film di aula Markas Kodim, dan acara langsung dipimpin Komandan Kodim 0733 BS Letnan Kolonel Infanteri M. Taufiq Zega. Acara berjalan lancar, tanpa ada yang menggeruduk.
Kepala Penerangan Kodam IV/Diponegoro Letnan Kolonel Elpis Rudi menuturkan acara nonton bareng Senyap menjadi bagian dari evaluasi kondisi keamanan wilayah. "Yang dievaluasi termasuk tren pro-kontra adanya film Senyap. Jadi, tidak spesifik hanya film Senyap," kata Elpis kepada Tempo di Semarang, Jumat, 6 Maret 2015.
Senyap adalah film dokumenter mengenai pembantaian massal pada 1965 di Sumatera Utara. Film ini bercerita mengenai keluarga Adi Rukun, yang mendapatkan pengetahuan mengenai bagaimana kakaknya dibunuh dan siapa yang membunuhnya. Sebagai adik bungsu, Adi Rukun bertekad memecah belenggu kesenyapan dan ketakutan yang menyelimuti kehidupan para korban kemudian mendatangi mereka yang bertanggung jawab atas pembunuhan kakaknya.
ADDI MAWAHIBUN IDHOM