TEMPO.CO , Jakarta: Pemerintah didesak segera merumuskan dan menerbitkan produk hukum untuk melindungi anak-anak, menyusul diserahkannya dua naskah ratifikasi opsional protokol hak-hak anak ke Perserikatan Bangsa-Bangsa. Ratifikasi itu diserahkan dalam upacara singkat di Markas PBB, New York, Senin lalu.
Sekretaris Jenderal Komisi Nasional Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait, mengatakan produk hukum turunan sesuai dengan ratifikasi yang segera kudu dibahas pemerintah, antara lain, undang-undang soal perlindungan, perdagangan, prostitusi, dan pornografi anak, serta undang-undang perlindungan anak di daerah konflik senjata.
“Kami berharap produk hukum itu bisa segera direalisasi,” kata Arist kepada Tempo. “ Jika sudah jadi, pemerintah harus luncurkan aksi nasional sebagai implementasi perlindungan anak."
Arist berharap undang-undang baru perlindungan anak ini dapat segera terwujud. Sebab, menurut dia, undang-undang perlindungan anak saat ini dinilai masih amat kurang. "Kami ingin undang-undang perlindungan anak semakin lengkap," kata dia.
Dua hari lalu, saat menyerahkan dua ratifikasi opsional protokol hak anak ke Markas PBB, Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa menyatakan ada tiga keuntungan bagi Indonesia meratifikasi dua protokol ini.
Selain memperkuat kerangka hukum nasional perlindungan anak Indonesia, hal itu bisa memperluas peluang kerja sama internasional dalam memerangi perdagangan anak. Sekaligus melindungi anak dalam situasi konflik bersenjata. “Juga memperlihatkan komitmen Indonesia dalam perlindungan anak,” katanya.
INDRA WIJAYA | FRANSISCO ROSARIANS
Terpopuler:
Mayjen Subekti jadi Rektor Universitas Pertahanan
Pembina Pramuka Harus Bersertifikat
Iklan Rokok di Kawasan Pendidikan Diprotes
Polisi Lamongan Waspadai Kelompok Penyusup
PPP Tak Setuju Hakim Agung Bisa Dipidana 10 Tahun