TEMPO Interaktif, Bandung - Kesal dengan keberadaan Tempat Pembuangan Akhir Sampah di Sarimukti Kabupaten Bandung Barat, warga berunjuk rasa dengan membuang sampah di tangga masuk menuju Gedung Sate, Bandung Jumat (12/11).
"Ini adalah sampah di Bandung Barat yang selalu kami terima, sampah ini kami kembalikan," kata Asep Abdulrahman dari LSM Geram saat berorasi selepas membuang sampah.
Tak pelak, bau menyengat menyebar dari tumpukan sampah yang ditabur dari karung yang dibawa pengunjuk rasa. Sampah yang di antaranya berisi plastik kemasan, buah busuk, nasi basi yang ditaruh di atas tangga langsung dikerubungi lalat.
Ketua LSM Geram Deki David Karwur mengatakan, aksi itu merupakan puncak kekesalan warga Bandung Barat atas keberadaan TPA Sarimukti. Sebelum aksi itu, mereka sempat berkali-kali melakukan pencegatan truk pengangkut sampah sejak beberapa bulan lalu. Dalam aksinya, sejumlah anggota mereka sempat ditangkap polisi.
Sampah itu sengaja dibawa dari Sarimukti untuk menjadi bukti, tidak ada pengolahan sampah menjadi kompos di sana. Padahal, paparnya, ijin yang diberikan Kementrian Lingkungan Hidup untuk Sarimukti adalah tempat pengolahan sampah menjadi kompos. "Kita bawa buktinya, gubernur harus bisa melihat kondisi ini," kata Deki.
Setiap hari, papar Deki, sekitar 2.000 ton sampah yang diangkut oleh 300 truk menuju Sarimukti. Sampah itu berasal dari Kota Bandung, Kabupaten Bandung, serta Bandung Barat. Awalnya semua baik-baik saja. Hingga kemudian persoalan muncul.
Air lindi misalnya, mulai mencemari sumur warga. Air lindi yang merembes ke sungai Cimeta, mengalir ke Waduk Carita yang berjarak sekitar 7 kilometer dari Sarimukti. Cemaran air lindi itu dituding penyebab, budi daya ikan di sana ditolak saat dikirim ke China.
Deki mengatakan, sengaja unjuk rasa kali ini ditujukan pada gubernur. Keberadaan TPA Sarimukti berawal dari MoU antara pemerintah Jawa Barat dan Perum Perhutani. Lahan milik Perhutani itu dipinjamkan untuk menampung sementara sampah dari seputaran Bandung Raya pasca ditutupnya TPA Leuwigajah yang longsor.
Di TPA Sarimukti, dijanjikan, sampah akan diolah menjadi kompos. Deki mengatakan, hingga sekarang sampah yang dibuang di sana hanya dibiarkan menumpuk. "Kami bukan alergi sampah, kami ingin pengelolaannya profesional," kata Deki.
Dalam aksinya, pengunjuk rasa membawa pembersih telinga dan obat tetes mata yang akan diserahkan pada gubernur. Maksudnya, papar Deki, agar gubernur tidak tuli mendengar aspirasi mereka dan buta matanya melihat kondisi di Sarimukti.
Perwakilan pengunjuk rasa sempat diajak menemui perwakilan pemerintah Jawa Barat. Mereka menyerahkan pembersih telinga dan obat tetes mata pada Kepala Bagian Humas, Sekretariat Daerah Jawa Barat, Iip Hidayat. "Akan kami sampaikan pada gubernur," kata Iip.
Lebih dari dua puluh orang pengunjuk rasa dari LSM Geram, LSM Gemas, dan Koalisi LSM Kabupaten Bandung Barat berhasil masuk ke dalam kompleks Gedung Sate lewat gerbang belakang. Petugas keamanan di gerbang tidak menyangka mereka pendemo, sebab hari itu tengah digelar pasar murah di parkiran timur di belakang Gedung Sate.
Mereka berkumpul di depan pintu Gedung Sate, mulai menggelar aksinya. Gerbang besi di pintu Gedung Sate langsung ditutup petugas yang berjaga saat pengunjuk rasa mulai menuai sampah di tangga masuk gedung. Mereka membawa spanduk kain bertuliskan, "Penutupan TPA Sarimukti Harga Mati".
Aksi yang berlangsung lebih dari setengah jam itu berakhir setelah "kado" pembersih telingan dan obat tetes mata untuk gubernur diserahkan pendemo. Pendemo pun bubar meninggalkan sampah yang terserak. Petugas keamanan langsung sibul membersihkan sampah yang baunya menyengat.
AHMAD FIKRI