TEMPO Interaktif, Bojonegoro - Pembangunan gereja Bethani di Jalan Sawunggaling, Bojonegoro diprotes warga setempat. Warga menyebut, izin awal pembangunannya, hanya untuk perkantoran dan bukannya untuk gereja.
Berdasarkan rapat yang digelar oleh Badan Komunikasi Umat Islam Ngrowo (BKUIN) Bojonegoro, pada Kamis (10/6) menyatakan, bangunan mirip gereja berlokasi di Jalan Sawongaling ini, akan dibongkar warga. Bahkan BKUIN memberi batas hingga 10 Juli mendatang, jika bangunan tidak dibongkar, maka warga akan membongkar.
Menurut anggota BKUIN, M Fajri, pihaknya sudah mengadakan pertemuan masyarakat di Kelurahan Ngrowo dan sekitarnya. Dari hasil pendirian tempat ibadah itu, memang warga menolak. “Ya, tetap menolak,” kata M. Fajri, Senin (14/6) siang.
Imam Masjid Al Ikhlas Ngrowo ini mengatakan, bahwa masalah pengajuan pendirian tempat ibadah ini, dirasa banyak yang tidak tepat. Di antaranya, adanya uang Rp 200 ribu perorang yang diterima warga di RT 01/RW 01 Kelurahan Ngrowo. Dia mempertanyakan, untuk apa uang Rp 200 ribu dari pihak pengurus gereja ke masyarakat. “Itu kan jadi pertanyaan. Kenapa harus memberi uang ke masyarakat, kalau hanya untuk minta izin,” imbuhnya.
Jika merujuk dokumen di Kantor Kelurahan Ngrowo, memang ada pengajuan untuk pembangunan rumah pendeta dan kantor gereja jemaat Bethany. Izin Mendirikan Bangunan itu ditujukan ke Dinas Pekerjaan Umum Bojonegoro pada 24 Desember 1996.
Tetapi pada tahun 2007, saat izin turun dari Bupati Bojonegoro — ada perubahan peruntukkan bangunan tersebut, yakni untuk menjadi rumah tinggal dan kantor, yaitu tahun 1007. Tetapi, ketika itu, warga di Ngrowo juga memprotes. “Izin awalnya memang untuk kantor,’ tegas Lurah Ngrowo Heru Wicaksi,.
Meskipun diprotes warga, proses pembangunannya tetap jalan, bahkan kini bangunannya sudah hampir selesai. Yang membuat warga rotes, bentuk bangunan mirip gereja. “Ya, kami tetap menolak,” imbuh Fajri.
Onny Supriyadi, dari pihak Gereja Bethany membantah jika bangunan yang ada itu dibentuk mirip gereja. Dia menyebutkan, bahwa bangunan itu bentuknya joglo, yaitu untuk perkantoran dan rumah pendeta. Soal, bangunan altar, dia menyebut.’ Itu hanya podium,” kata Onny.
Mantan anggota DPRD Bojonegoro ini membenarkan telah memberikan uang sebesar Rp 200 ribu per kepala keluarga bertempat di sekitar gereja. Kebetulan, warga yang terima uang itu, dimintai tandatangan untuk izin pendirian gereja. . Dia menyebut, uang itu adalah bentuk ucapan tali kasih dari pihak Gereja. ‘Mohon diluruskan, itu bukan sogokan,” tegasnya.
Soal protes warga, justru Onny mengaku tidak tahu. Yang penting, pihaknya sudah berhasil mengumpulkan 74 tanda tangan dari warga sekitar gereja. Bahkan jumlah itu melebihi kuota, yaitu 60 orang, sebagaimana aturan syarat pendirian tempat ibadah sesuai Surat Keputusan Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri.
Kini, kata dia, pihaknya telah mengajukan izin pendirian gereja ke Bupati Bojonegoro, untuk tahun 2010. Sebab, diakui bahwa izin sebelumnya hanya kantor dan rumah tinggal pendeta.
Sujatmiko