TEMPO Interaktif, Jakarta -Polisi di Indonesia diharapkan tidak menggunakan kekerasan dalam melaksanakan tugasnya.
"Polisi seharusnya mencegah menggunakan kekuatan dan senjata," ujar Koordinator Kontras (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan), Usman Hamid dalam kegiatan seminar dan pelatihan memperkuat profesionalisme kinerja Polri berlandaskan Hak Azasi Manusia di Denpasar, Selasa (24/11).
Dalam kegiatan yang dilaksanakan Yayasan Manikaya Kauci itu, hadir sejumlah pembicara, termasuk dari pihak kepolisian.
Menurut Usman, kekerasan yang masih terjadi khususnya dalam proses pemeriksaan atau penyidikan di kepolisian disebabkan minimnya sanksi yang dijatuhkan kepada petugas yang melakukannya.
Pelaku yang terkait dengan kekerasan atau penganiayaan dalam penyidikan, lanjutnya, tidak pernah ditindak. Sanksi yang dijatuhkan hanya bersifat internal, misalnya dimutasi atau dinonaktifkan dari jabatannya.
Kata Usman, sanksi itu tidak memberi efek jera. "Perbuatan menganiaya itu kriminal pelanggaran berat HAM (hak asasi manusia) dan tidak menjamin orang memberikan keterangan yang benar," tegasnya.
Sedangkan Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Bali Komisaris Besar, Gde Sugianyar Dwi Putra mengatakan sesuai aturan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, keterangan saksi, petunjuk dan pengakuan bukan merupakan satu alat bukti dalam penyidikan.
Kata dia, polisi dituntut menjalankan profesionalisme. Menurutnya, pemeriksaan juga harus didasarkan scientific crime investigation, misalnya menggunakan laboratorium forensik. "Proses harus diawali di tempat kejadian pertama ditemukan kasus," sebutnya.
Ditambahkan, unsur polisi juga tidak kebal hukum. Bila ada oknum polisi melakukan penganiayaan atau kekerasan dalam proses penyidikan kasus, itu bisa diproses di persidangan umum.
Namun, Sugianyar juga menegaskan, pencabutan berkas pernyataan karena yang diperiksa disiksa di kepolisian, bukan jaminan kebenaran.
Karena, menurutnya, tersangka juga ingin membela dan ingin melindungi diri. "Kalau benar disiksa atau ditekan, harus ada buktinya," ujarnya.
Sedangkan Direktur Yayasan Manikaya Kauci Bali, Gunadjar mengatakan fungsi kontrol masyarakat sangat efektif untuk melihat kinerja polisi.
Namun, menurutnya, yang harus dikedepankan adalah pola komunikasi dua arah antara polisi dan masyarakat. Bukan pola komunikasi searah dari polisi yang bersifat perintah.
NI LUH ARIE SL