Iklan
TEMPO Interaktif, Surabaya:Luapan lumpur Lapindo berdampak buruk terhadap perkembangan nilai ekspor nonmigas di Jawa Timur. "Kami mendesak secepatnya dilakukan relokasi jalan tol dan rel kereta api,'' kata Ketua Gabungan Pengusaha Eksportir Indonesia Jawa Timur, Isdarmawan Asrikan, kepada Tempo, kemarin.Dia menyebutkan, pada Januari-September 2006 volume ekspor barang dan produk nonmigas hanya 4.631,5 kilogram. Pada periode yang sama 2005 produk nonmigas dan volume barang mencapai 6.165,1 kilogeram. Nilai ekspor juga menurun dari US$ 7.114,1 menjadi US$ 6.020.Kawasan Porong, katanya, merupakan penghubung utama dari sentra industri di Pasuruan, Probolinggo, Banyuwangi dan kawasan Jawa Timur bagian selatan seperti Malang, Blitar menuju Surabaya.Isdarmawan menjelaskan, sejak terganggunya fungsi jalan tol Porong akibat semburan lumpur panas Lapindo Brantas, pengusaha menanggung biaya tambahan yang tidak kecil. Biaya pengangkutan barang baik dengan kargo kontainer maupun nonkontainer rata-rata Rp 250 ribu per kontainer/truk.Muhammad Zaki, Presiden Direktur PT Golden Harvestindo,mengungkapkan kegiatan ekspor untuk biaya angkutan truk semula Rp 750 ribu untuk kontainer 20 feet naik menjadi Rp 1 juta.Biaya pengiriman kopi dari luar Jawa semula Rp 250 ribu- 500 ribu per kilogram menjadi Rp 500-750 ribu per kilogram. Biaya perjalanan inspeksi Independen Surveyor naik dari Rp 100 ribu setiap kunjungan menjadi Rp 200 ribu. Biaya transportasi eksekutif perusahaan dari Rp 800 ribu per bulan menjadi Rp 1,2 juta.''Sejak kasus lumpur panas Lapindo konsumen enggan berkunjung langsung ke perusahaan kami. Perusahaan harus mengeluarkan biaya tambahan untuk mengadakan pertemuan di Kota Surabaya,'' Mahamad Zaki menjelaskan.Kalangan pengusaga juga meminta perhatian pemerintah segera meningkatkan kelas jalan yang kini dijadikan alternatif untuk menghindari lumpur, yaitu mulai Japanan-Mojosari- Prambon-Krian-Surabaya.
Iklan
