TEMPO.CO, Jakarta – Terkait dengan Revisi UU Antiterorisme, Direktur Komunikasi dan Informasi Badan Intelijen Negara (BIN) Wawan Hari Purwanto menyorot pentingnya peran TNI untuk menghadapi teroris di medan yang sulit, seperti pegunungan dan hutan. Hal itu pun menjadi salah satu dorongan untuk melibatkan TNI dalam Revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme.
"Kalau serangan kecil cukup diatasi polisi, tapi kalau eskalasinya cukup besar seperti di perbatasan atau di Poso (Sulawesi Tengah), banyak melibatkan mereka yang dari TNI," ujar Wawan seusai diskusi di kawasan Cikini, Jakarta, Sabtu, 3 Juni 2017.
Baca: RUU Antiterorisme, Pakar: TNI Dapat Masuk dengan Kategori Perang
Menurut dia, TNI sudah lama aktif dalam penanganan terorisme lewat fungsi Bawah Kendali Operasi (BKO), sesuai permintaan kepolisian. Namun, faktor fasilitas dan sumber daya manusia menjadi urgensi tersendiri untuk melimpahkan penanganan terorisme ke TNI.
"Karena menyangkut pengepungan dan gerilya hutan, yang di daerah memang TNI. Mereka punya kemampuan termasuk peralatan, dan ada latihan khusus untuk survival," kata dia.
Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal Mulyono sudah menegaskan pihaknya siap dilibatkan dalam revisi RUU Anti Terorisme.
Simak juga: Imparsial: Keterlibatan TNI Tak Perlu Masuk Revisi UU Terorisme
Mulyono tak merinci bentuk keterlibatan yang diinginkan pihak TNI. Menurut dia, totalitas TNI adalah untuk mendukung penumpasan teroris.
Dia pun membanggakan kemampuan bawahannya untuk menangani kasus terorisme di medan yang sulit, seperti hutan belantara. "Teroris mau di mana, di hutan juga boleh. Tentara kalo di hutan kan segar seperti saat sedang Idul Fitri," tuturnya di Mabes TNI AD, Gambir, Jakarta, pada 30 Mei lalu.
YOHANES PASKALIS