TEMPO.CO, Yogyakarta - Kalangan buruh menyatakan rencana pencabutan subsidi listrik oleh pemerintah untuk golongan pengguna 900 VA pada awal 2017 bakal makin memberatkan beban hidup mereka. "Upah buruh di Yogya yang sangat kecil akan makin tergerus kebutuhan listrik," ujar Sekretaris Aliansi Buruh Yogyakarta Kirnadi, Minggu, 4 Desember 2016.
Menurut dia, standar kebutuhan hidup layak bagi buruh adalah listrik dengan daya 900 VA. Jika subsidi dicabut, pengeluaran buruh otomatis naik karena hampir semua kebutuhan rumah tangga memakai listrik: memasak, setrika, mencuci, pompa air, lampu, dan televisi. Rata-rata buruh saat ini sudah mengeluarkan biaya listrik Rp 100-140 ribu per bulan, padahal upah per bulan tahun 2017 hanya Rp 1,4 juta. "Bagaimanpun listrik termasuk dalam komponen perhitungan KHL," ujar Kirnadi.
Buruh mendesak, dengan adanya pencabutan subsidi itu, pemerintah daerah khususnya gubernur harus menghitung lagi secara jujur tanpa ada manipulasi tentang kebutuhan hidup layak se-Yogyakarta. "Momentum pencabutan subsidi listrik ini menjadi waktu tepat untuk DIY mulai menetapkan upah minimum sektoral," ujar Kirnadi.
Upah minimum Kabupaten Sleman 2017 sebesar Rp 1.448.385, sedangkan di Klaten upah 2017 sebesar Rp 1.528.500 dan Kabupaten Magelang Rp 1.570.000. "Masak upah minimum Kabupaten Sleman sekarang bisa kalah dengan Kabupaten Klaten dan Magelang. Ini kan sangat tak rasional, baik secara ekonomi ataupun secara sosial," Kirnadi.
Menurut anggota Parampara Praja—tim penasihat Gubernur DIY—yang juga ahli ekonomi, Edi Suandi Hamid, rencana mencabut subsidi listrik pada golongan 900 VA jelas berpotensi menurunkan daya beli masyarakat khususnya golongan menengah ke bawah. “Masyarakat yang terkena bisa merasa menjadi lebih miskin dari sebelumnya, karena uangnya jadi banyak tersedot untuk membeli listrik,” ujarnya. Edi mendesak pemerintah pusat mengkaji kembali agar rencana pencabutan subsidi ini. “Di DIY pengguna 900 VA mayoritas warga menengah ke bawah.”
PRIBADI WICAKSONO