TEMPO.CO, Yogyakarta - Wakil Gubernur Yogyakarta Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Paku Alam X, yang juga Raja Puro Pakualaman, menegaskan Puro Pakualaman akan bersikap netral pada masa kampanye pemilihan kepala daerah, baik di Kota Yogya maupun Kabupaten Kulon Progo.
"Kami tidak akan memihak siapa pun dan tetap netral selama pilkada ini," ujar Paku Alam X di sela pengukuhan pengurus Palang Merah Indonesia Yogyakarya, Sabtu, 12 November 2016.
Paku Alam X menambahkan, jika selama masa kampanye pilkada ini ada pihak yang mengklaim mendapat dukungan Puro Pakualaman, hal itu dipastikan tak benar. "Secara institusi, Puro Pakualaman netral. Kalau ada (kerabat) yang mendukung, itu sifatnya pribadi," ujar Paku Alam X. Salah seorang peserta pilkada di Kabupaten Kulon Progo, BRAy Iriani Pramastuti, adalah kerabat Pura Pakualaman.
Selaku Wakil Gubernur Yogyakarta, Paku Alam X menuturkan telah disumpah oleh negara dengan jabatan yang diemban sebagai pejabat publik sehingga dilarang terlibat dukung-mendukung dalam proses pilkada. Pada pilkada Kota Yogyakarta sebelumnya, kerabat Keraton Yogyakarta, mulai adik Sultan Hamengku Buwono X, anak Sultan, hingga permaisuri, secara terbuka mendukung pasangan calon Haryadi Suyuti dan Imam Priyono.
Sebelumnya, Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kabupaten Kulon Progo menemukan logo Puro Pakualaman di sejumlah alat peraga kampanye sebelum masa kampanye dimulai Oktober lalu. "Terakhir 24 Oktober lalu, masih ada. Lalu, kami rekomendasikan (kepada Pemerintah Kulon Progo) dan sudah diturunkan," ujar Ketua Panwaslu Kulon Progo Tamyus Rochman.
Alat peraga beserta logo Paku Alam itu disinyalir guna mendukung salah satu pasangan calon Bupati Kulon Progo yang bertarung. Salah satu kerabat Puro Pakualaman, Bendoro Raden Ayu (BRAy) Iriani Pramastuti, tercatat merupakan calon wakil bupati yang maju bersama calon bupati Zuhadmono Ashari.
Tamyus menuturkan jumlah alat peraga dengan logo Puro Pakualaman yang ditemukan Panwaslu saat itu hanya satu. "Kalau sebelum 24 Oktober memang ada beberapa (alat peraga dengan logo Puro), tapi semua sudah diturunkan," ujar Tamyus.
Tamyus menegaskan, saat kampanye, calon bupati-wakil bupati dilarang menggunakan logo pemerintah ataupun instansi budaya, seperti Kasultanan dan Puro Pakualaman, dalam alat peraga yang dipasang. "Ada sanksi administrasi," ujarnya. Penggunaan latar belakang sebagai kerabat Puro Pakualam dinilai strategis untuk mendulang suara selama pilkada.
PRIBADI WICAKSONO