“Semakin berkembang, keuangan juga semakin bertambah,” ucap Dio. Untuk membuat toko, peralatan awal yang mereka beli adalah sikat, sabun khusus sepatu (sesuai bahan sepatu), pengering, gel anti-bakteri, hingga plastik dan tas untuk pengemasan atau packaging.
Awalnya, pelanggan mengetahui jasa ini dari mulut ke mulut. Selain itu, tutur Dio, media sosial sangat membantu penyebarluasan usaha mereka, seperti Path, Instagram, dan Twitter. “Orang-orang terdekat kami juga menanggapi positif bisnis ini.”
Tarif untuk sekali cuci beragam. Yang paling murah Rp 20 ribu, yakni untuk fast cleaning atau sekitar 15-20 menit. Sepatu tak dicuci seluruhnya, melainkan hanya bagian permukaan dan mid-sole (tapak sepatu). Namun jasa ini tak tersedia di toko, melainkan saat Shoe Shine mengikuti pameran-pameran atau acara-acara.
Ongkos cuci yang beragam didasari jenis sepatu, bahan, dan perlakuan (treatment) yang diminta. Bahan seperti kain kampas (kanvas) dan kulit sintetis, misalnya, dikenai biaya Rp 30 ribu. Adapun kulit, suede (berbahan seperti beludru), dan nubuk dihargai Rp 50 ribu. Sepatu bot, sepatu balap, dan sepatu sejenisnya dikenai biaya Rp 80 ribu. Menurut Ady, jenis sepatu bot kulit paling repot dibersihkan karena harus mendetail.
Nah, pelanggan juga bisa meminta treatment spesial, misalnya anti-air, mengembalikan warna, dan membuat sepatu putih yang menguning jadi kembali putih. Shoe Shine juga menawarkan jasa antar sepatu dan antar-jemput sepatu, dengan tarif masing-masing Rp 10 ribu dan Rp 20 ribu.
Saat ini, mereka dibantu tiga karyawan. Semakin hari, jumlah pelanggan semakin bertambah. Per hari, mereka menerima 25-35 pasang sepatu.
“Apalagi, menjelang Idul Fitri kemarin. Semua minta selesai sebelum Lebaran, kami jadi kewalahan,” kata Dio. Paling repot jika ada pelanggan yang meminta layanan cepat. Padahal, butuh waktu dua-tiga hari sebelum sepatu bisa diambil. Apalagi mencuci sepatu harus dilakukan secara manual.
REZKI ALVIONITASARI | IRMAWATI