TEMPO.CO, Jakarta - Tak mudah menyerahkan uang panas hasil korupsi karena berisiko. Jika uang miliaran rupiah ditransfer langsung, misalnya, penerima duit itu bisa terindikasi memiliki rekening gendut. Koruptor biasanya menggunakan cara tradisional yang sederhana: menitipkan paket berisi uang kepada sopir.
Dalam sidang tindak pidana korupsi dengan terdakwa pejabat negara atau pengusaha swasta, pengadilan hampir pasti bakal menghadirkan orang dekat mereka, termasuk sopir. Yanto, salah satunya. Sopir Direktur PT Dutasari Citra Laras Machfud Suroso ini mengabdi kepada bosnya dari 2005 hingga 2013. Lebih dari lima kali Yanto mengantar uang panas Hambalang.
Dengan suara celat karena pernah terserang stroke, Yanto memberikan kesaksiannya di depan majelis hakim. Ia mengaku pernah tiga kali disuruh bosnya mengantar paket kepada Yadi, sopir Anas Urbaningrum, mantan Ketua Umum Partai Demokrat. "Saya bertemu dengan Yadi di parkiran Pacific Place. Saya tak tahu isi paket tas plastik itu. Tapi, kata Yadi, itu isinya uang," kata Yanto saat bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin, 9 Februari 2015.
Tak hanya Yanto, sejumlah sopir pejabat lain pernah duduk di kursi saksi.
Berikut ini di antaranya:
1. Sopir Muhtar Ependy, Miko Fanji Tirtayasa.
Ia mengaku pernah mengantarkan dua dus berisi uang ke rumah dinas bekas Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar. Uang itu diambil dari Bank Pembangunan Daerah Kalimantan Barat. Bosnya--yang kini jadi terdakwa--mengklaim dus itu hanya berisi ikan asin. Penasaran, Miko membuka isi dus saat Muhtar masuk ke rumah Akil. Ternyata isinya uang pecahan Rp 100 ribu. Muhtar disebut sebagai kaki tangan Akil dan perantara bagi penggugat yang ingin kasusnya dimenangkan di MK.
2.