TEMPO.CO, Rembang - PT Semen Indonesia berharap warga yang melakukan aksi tutup jalan di lokasi pembangunan pabrik semen di Rembang menghargai proses persidangan gugatan atas pembangunan tersebut di Pengadilan Negeri Tata Usaha Negara, Semarang, Jawa Tengah. "Kami meminta kepada pihak yang tidak setuju dengan pembangunan untuk menunggu hasil keputusan sidang," kata Media Relations PT Semen Indonesia Faiq Niyazi saat dihubungi Tempo, Jumat, 28 November 2014.
Menurut dia, izin yang dimiliki perusahaannya untuk membangun pabrik semen sudah lengkap. Antara lain analisis mengenai dampak lingkungan dan upaya pengelolaan lingkungan hidup-upaya pemantauan lingkungan hidup. "Kami sudah mengantongi 35 izin aturan pendirian pabrik semen," ujarnya.
Ihwal laporan warga kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Faiq menyatakan Komnas HAM tidak memiliki wewenang menentukan proses pembangunan pabrik. Menurut dia, yang berhak menentukan adalah pengadilan tata usaha negara. Apalagi tanah yang digunakan sebagai lokasi pendirian tenda warga adalah milik PT Semen Indonesia. Jadi, bisa saja warga yang mendiami lahan untuk menggelar demonstrasi diusir.
Terlebih, Faiq melanjutkan, Pasal 551 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana mengatakan "barang siapa tanpa wewenang berjalan atau berkendaraan di atas tanah yang oleh pemiliknya dengan cara jelas dilarang memasukinya, diancam dengan pidana denda paling banyak dua ratus dua puluh lima rupiah". "Kami bisa melakukan itu, tapi tidak kami lakukan karena mereka memiliki hak untuk bersuara," kata Faiq.
Dia menambahkan, pihaknya tidak meminta bantuan pengamanan berlebih dari aparat kepolisian bersenjata. Yang mereka utamakan adalah pengamanan alat-alat berat yang tidak bisa masuk ke dalam pabrik. Saat ini progres pembangunan pabrik semen di Rembang baru sekitar 6 persen. (Baca pula: Tolak Pabrik Semen, Ibu-ibu Demo Telanjang Dada)
Hari ini merupakan hari ketiga pemblokiran jalan utama menuju tapak pabrik semen oleh warga yang berasal dari Desa Gunem, Rembang, Jawa Tengah. Menurut Sukinah, warga yang ikut dalam aksi protes di tenda sejak Juni lalu, aparat kepolisian semakin bertindak kasar terhadap ibu-ibu yang mulai jenuh menunggu kepastian penarikan alat berat dari lokasi pembangunan pabrik di Pegunungan Watuputih, Rembang.
Sukinah mengatakan, dalam bentrokan pada Kamis, 27 November lalu, salah seorang ibu bernama Martini terkena hantaman polisi yang mengusir ibu-ibu yang menutup jalan. "Badannya ngilu," kata Sukinah. Tidak hanya itu, ia juga mengatakan kaki Martini sampai berdarah karena diinjak oleh polisi.
Sejak Kamis malam, satu kompi Brigade Mobil datang dari Pati untuk mengamakan lokasi pemblokiran jalan. "Sekarang ada dua tenda, yang satu milik ibu-ibu, yang satu milik pak polisi," kata Sukinah.
FARAH FUADONA
Terpopuler:
Jurus Saling Kunci Jokowi dengan Koalisi Prabowo
Ini Isi Surat Anas dan Akil ke Kepala Rutan KPK
Ruhut: Demokrat Tolak Dukung Hak Interpelasi
Tiga Momen Kedekatan Jokowi dan Menteri Susi
Alasan Akbar Cs Sarankan Penundaan Munas Golkar