TEMPO.CO , Yogyakarta: Sejumlah pengurus aliran kepercayaan, khususnya Kejawen, di Yogyakarta menyambut baik rencana pemerintah yang memberi kebebasan bagi mereka untuk mengosongkan kolom identitas agama dalam Kartu Tanda Penduduk jika belum diakui pemerintah.
"Kebijakan seperti itu yang selama ini kami tunggu, agar tidak ada kepura-puraan atas keyakinan sendiri," ujar pengurus aliran Kejawen Kadang Kadeyan Sabdalangit Yogyakarta, Jontek Permana Kurniawan, kepada Tempo, Ahad 9 November 2014.
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo, menjamin para pemeluk kepercayaan tidak akan dipaksa untuk mengikuti agama yang diakui pemerintah saat membuat KTP. Tjahjo mempersilakan para pemeluk kepercayaan mengosongkan terlebih dulu kolom agama di KTP mereka. (Baca juga: Menteri Tjahjo Ingin Aliran Kepercayaan Masuk KTP)
Jontek menuturkan, pemerintah juga masyarakat tak boleh menutup mata bahwa dalam masyarakat khususnya Yogya dan Jawa, pada umumnya masih hidup dan berkembang agama-agama lokal. Para penganut agama tersebut sampai sekarang setia menjalankan tradisi ritualnya, meski dalam KTP terpaksa mencantumkan agama yang diakui saja.
Paguyuban Sabdalangit yang berdiri sejak 2008 itu salah satunya. Dengan anggota 80 orang, mereka aktif menggelar ruwatan, sesaji, dan mantera yang berorientasi pada penghormatan pencipta. Misalnya, Ruwatan Murwakala yang digelar tiap tahun di makam raja-raja Kota Gede. Tujuan ruwatan tersebut mengenang dan mendoakan leluhur.
"Tapi selama ini tradisi seperti itu dituding musyrik, padahal itu keyakinan kami yang tak bisa dipaksakan sama dengan agama lain," kata dia.
PRIBADI WICAKSONO
Berita lain:
Pengusaha dan Pejabat Ini Sambut Jokowi di Beijing
Di APEC, Jokowi Promosi Visi Maritim Indonesia
Guru Ngaji Ini Sodomi 27 Murid SD di Tasikmalaya
