TEMPO.CO, Jakarta - Kinerja Kepala Badan Pertanahan Nasional Hendarman Supandji
dipertanyakan Komisi Pemberantasan Korupsi. "Tadi ada beberapa pemaparan sehingga Pak Hendarman kupingnya merah," kata Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja saat konferensi pers di kantornya, Kamis, 6 Maret 2014.
KPK memaparkan hasil Indeks Persepsi Korupsi di depan jajaran BPN. Berdasarkan indeks itu, BPN berada di angka 6,38. Angka itu masih terbilang rendah jika dibandingkan instansi vertikal lain.
Adnan mengusulkan BPN menerapkan sistem "operasi tangkap tangan (OTT)" untuk menyelesaikan permasalahan "uang rokok" yang kerap muncul di BPN. Kementerian Hukum dan HAM saja, ujar dia, menerapkan sistem OTT kepada para pejabat strukturalnya. "Apalagi Pak Hendarman kan bekas Jaksa Agung," kata Adnan.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengangkat Hendarman sebagai Kepala BPN pada 13 Juni 2012. Dia menggantikan Joyo Winoto, dosen IPB yang disebut-sebut terkait dengan kasus Hambalang. (Baca: Joyo Winoto Berkukuh Tak Terima Duit Hambalang)
Namun pergantian itu tidak membuat BPN lebih baik. Hendarman mengakui lembaganya masih memiliki banyak kekurangan. Misalnya, pekerjaan yang menyimpang dari standar operasional prosedur. (Baca: BPN Kalimantan Timur Dituding Sering Pungli)
"Cek sertifikat saja lebih dari tujuh hari. Perubahan balik nama saja bisa lebih dari sebulan, padahal standarnya harusnya tujuh hari," ujar Hendarman. Namun dia menolak usulan KPK untuk melakukan operasi tangkap tangan.
Menurut Hendarman, sistem tersebut tidak cocok dengan gaya kepemimpinannya. "Saya orang luar yang masuk ke BPN. Saya tak ingin keluar tapi meninggalkan dendam," ujarnya. Dia berjanji membenahi kualitas anak buahnya.
MUHAMAD RIZKI
Terpopuler:
Diusir Mahasiswa Bandung, Prabowo Kecewa Berat
Pelawak Jojon Tutup Usia
Alasan Mahasiswa Usir Prabowo dari Hotel Savoy