TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Pertanahan Nasional Hendarman Supandji mengaku terkejut dengan kasus sengketa tanah di Praya, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, yang ditangani kejaksaan setempat. Menurut dia, klarifikasi untuk menetapkan atau membatalkan sertifikat tanah seharusnya ditangani BPN.
"Tapi, kok penegak hukum sudah melangkah dan memutuskan masalah itu masuk delik pemalsuan," kata Hendarman di kantornya, Selasa, 17 Desember 2013.
Hendarman bertanya-tanya, apakah dalam mengusut kasus pemalsuan itu kejaksaan akan mengundang lembaganya untuk hadir sebagai saksi ahli? BPN bertugas mencatat administrasi kepemilikan tanah. Apabila masalahnya adalah tumpang tindih lahan, termasuk juga salah ukur, itu adalah masalah administrasi. "Jika yang terjadi seperti itu, BPN bisa menyelesaikannya secara administratif," kata dia.
Hendarman pun menganggap masalah itu masih samar jika dianggap sebagai pemalsuan. Itu sebabnya, "Besok saya undang Kepala Kanwil BPN NTB untuk menjelaskannya."
Sabtu pekan lalu, Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap Kepala Kejaksaan Negeri Praya, Subri, bersama Direktur PT Pantai Aan, Lucyta Anie Razak, yang sedang bertransaksi suap. Penyuapan diduga berkaitan dengan perkara pemalsuan sertifikat tanah di Desa Selong Belanak, Lombok Tengah, dengan tersangka Sugiharta alias Along. Kasus itu diadukan oleh Bambang W. Soeharto, pemilik PT Pantai Aan.
Hendarman lantas menjelaskan kronologi sengketa itu. PT Pantai Aan memiliki sertifikat hak guna bangunan pada 1997. Saat PT Pantai Aan memperpanjang izinnya pada 2011, ternyata suratnya hilang. Pada saat mengurus dan minta pengganti, diketahui ada tumpang tindih lahan sekitar 2.275 meter persegi dengan lahan milik Sugiharta. "Perselisihan ini rampung dengan dimediasi BPN Praya." Tapi, setahun kemudian, Along ingkar janji terhadap kesepakatan kedua belah pihak.
Along bersikukuh PT Pantai Aan hanya memiliki sertifikat pengganti. Lagi pula, letak tanah Along bukan berada di titik yang disengketakan. "Itu berarti ada rekayasa," kata mantan jaksa agung ini menirukan tuduhan Along. PT Pantai Aan pun marah. Semenjak itu, kata Hendarman, kasus tersebut luput dari pantauan BPN. "Tahu-tahu jadi perkara pidana yang dikatakan ada pemalsuan," ucapnya.
Menurut Hendarman, sepanjang 2013 BPN mencatat setidaknya ada 20 dari 75 kasus sengketa lahan yang berakhir di pengadilan.
MUHAMMAD MUHYIDDIN