Bahkan, hingga pertemuan berikutnya digelar, Akil tak kunjung memberi lampu hijau. Baru pada September 2010, Akil menelepon dan mengajak Indra bertemu di Hotel Grand Hyatt, Jakarta. “Ketika itu Pak Akil menyatakan akan membantu,” ujarnya. Disepakati keuntungan yang diterima Akil adalah Rp 5.000 per ton.
Tanpa kontrak tertulis, kerja sama itu dimulai. Menurut Indra, Akil mengirim uang sesuai dengan jumlah batu bara yang diangkut. Besarnya Rp 150-200 juta sekali transfer. Pengirimnya bukan Akil sendiri, melainkan beberapa orang yang namanya tak lagi diingat Indra.
Kerja sama berakhir pada Maret 2011 saat Indra menjual perusahaan miliknya, PT Quasar Inti Nusantara. Dia kemudian melunasi kewajibannya kepada Akil, yang minta dana Rp 2 miliar itu dikirimkan ke rekening nomor 146.0098899888 milik CV Ratu Samagat di Bank Mandiri.
Sumber Tempo mengatakan kerja sama penempatan uang di pihak lain ditengarai menjadi modus Akil dalam mencuci uang hasil korupsi. Dalam kasus Indra, “Uang itu dikirimkan oleh orang yang kuat diduga tengah beperkara di Mahkamah Konstitusi.”
Akil, lewat kuasa hukumnya, Tamsil Sjoekoer, mengaku tidak kenal dan tak pernah bertemu dengan Indra Putra. “Pak Akil juga tidak pernah berbisnis dengan dia,” ucap Tamsil.