TEMPO.CO, Malang - Wilayah Malang diprediksikan akan tenggelam pada 2030 mendatang jika kawasan lahan hutan tak dijaga. Alih fungsi hutan menjadi lahan pertanian menjadi salah satu penyebabnya. Selain itu, berubahnya fungsi lahan terbuka hijau menjadi pemukiman dan pertokoan menyebabkan lahan resapan air berkurang.
"Dampaknya, saat hujan deras sungai meluap membanjiri daratan," kata Asisten Deputi Adaptasi Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup, Emma Rahmawati, dalam lokakarya perubahan iklim di Hotel Savana, Kota Malang, Jumat, 14 September 2012.
Baca Juga:
Hasil kajian yang melibatkan berbagai pihak memprediksikan pada 20 tahun mendatang curah hujan sangat tinggi. Meskipun hujan terjadi singkat, tapi intensitas hujannya tinggi. Kajian ini dilakukan secara intensif selama 1,5 tahun.
Dampaknya, sungai bakal meluap mencapai 80,32 persen dari luas lahan di Kota Malang. Akibat lainnya berupa krisis air bersih dan berkembangnya bibit penyakit seperti malaria dan demam berdarah, termasuk menurunnya produksi pertanian yang berdampak terhadap ketahanan pangan.
Oleh sebab itu, Emma mengharapkan para pihak berwenang di Malang segera menyusun rencana aksi adaptasi terhadap perubahan iklim secara ekstrim tersebut, antara lain berupa program rehabilitasi lahan untuk mencegah luapan Sungai Brantas.
Program rehabilitasi lahan, katanya, berupa reboisasi, terutama pada ruang terbuka hujau berupa ladang, lapangan, dan hutan rakyat. Bahkan, dia merekomendasikan pemda untuk membangun embung atau tempat penampungan air guna pengembangan sumber daya air, termasuk memperbanyak sumur resapan untuk menyimpan air hujan.
Dewan Daerah Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Timur, Purnawan Dwikora Negara, menyebutkan kerusakan lingkungan di Kota Malang cukup mengkhawatirkan. Lahan terbuka hijau (RTH) telah dieksploitasi untuk kepentingan bisnis dan ekonomi. "Eksploitasi harus dihentikan guna mencegah bencana lebih besar," katanya.
Purnawan menyebutkan, misalnya, RTH di lahan eks kampus Akademi Penyuluh Pertanian (APP) Jalan Veteran justru dijadikan pusat perbelanjaan Malang Town Square (Matos), hutan kota Tanjung, kawasan tangkapan air Jalan Indrokilo dan Jalan Pulosari berubah menjadi perumahan mewah. Kawasan tangkapan air di Pulosari diubah menjadi pertokoan, Taman Kunir dibangun kantor kelurahan, sedangkan lapangan rampal dan taman di alun-alun juga terancam dieksploitasi.
Menurut dia, eksploitasi RTH di Malang disebabkan kebijakan pejabat Pemerintah Kota Malang yang mengengeluarkan keputusan bertentangan dengan prinsip penyelamatan lingkungan serta aturan yang berlaku. Akibatnya, sebagian besar RTH telah beralih fungsi. “RTH yang masih tersisa harus dipertahankan,” kata Emma.
Purnawan menjelaskan berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2001 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Malang yang dimaksud RTH adalah jalur hijau, bantaran sungai, kawasan tangkapan air, lapangan olahraga, taman kota, dan kawasan konservasi.
Berdasarkan inventarisasi Walhi, RTH yang tersisa adalah taman kota Jalan Malabar, Alun-alun Tugu, alun-alun kota, dan Lapangan Rampal, serta bantaran sungai di sepanjang daerah aliran Sungai Kalisari, Bango, dan Amprong. Sedangkan RTH di DAS Brantas berada di daerah Mergosono hingga Gadang yang jauh dari pemukiman. Selain itu, RTH yang tersisa adalah taman di sepanjang Jalan Jakarta, Veteran, Soekarno-Hatta, Langsep, Dieng, Sawojajar, dan Kertanegara. Total RTH di Kota Malang seluas 2,8 persen dari luas wilayah Malang 110,08 kilometer persegi.
EKO WIDIANTO
Berita lain:
Liputan Khusus Pekan Olahraga Nasional Riau 2012
Tembok Venue Menembak Jebol Diterjang Peluru
PSSI Adukan KONI ke Menpora
Inilah Daftar 10 Universitas Terbaik di Dunia 2012
Kepergok Plesiran di Denmark, Anggota DPR ''Ngeles''
Afridi Dipaksa Makan Bak Anjing di Penjara