TEMPO.CO, Lumajang - Dua bos BMT Syariah Ummat, Suwardi dan Totok Marwoto, Selasa siang, 8 Mei 2012, diganjar hukuman lima tahun penjara oleh majeis hakim Pengadilan Negeri Lumajang. Kedua terdakwa juga dikenai denda Rp 10 miliar subsider emapt bulan kurungan penjara.
Dalam putusannya majelis hakim yang dipimpin Imam Hanafi menyatakan kedua terdakwa terbukti bersalah melanggar pasal 46 ayat 1 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan juncto pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. “Kedua terdakwa menghimpun dana dari masyarakat tanpa seijin Bank Indonesia,” kata Imam Hanafi.
Vonis majelis hakim lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum yang menuntut terdakwa dijatuhi hukuman 10 tahun penjara. Karena itu jaksa Chambali menyatakan pikir-pikir menanggapi vonis tersebut.
Penasehat hukum kedua terdakwa, Susilo, juga belum menyatakan sikapnya. ”Kami minta waktu untuk pikir-pikir,” ujarnya.
Sementara itu, juru bicara Aliansi Nasabah Menagih Janji, Doni Anwar, menyatakan kekecewaannya terhadap vonis majelis hakim. "Tidak ada poin yang memaksa terdakwa untuk mengembalikan uang nasabah," ucapnya.
Doni menegaskan pengemplangan dana oleh dua bos usaha simpan pinjam itu merugikan 18 ribu orang nasabah dengan total simpanan Rp 20 miliar. Karea itu Doni menyatakan keheranannya karena majelis hakim tidak menyita aset perusahaan BMT Syariah Umat.
Doni pun mencurigai vonis tersebut karena sarat dengan kejanggalan. Pembacaan vonis tiba-tiba dipercepat sehari dari rencana semula Rabu, 9 Mei, diubah menjadi seklasa, 8 Mei. Jaksa pun langsung menyampaikan replik setelah penasehat hukum membacakan pembelaan pada Senin, 7 Mei 2012. ”Saya menduga ada permainan uang dalam penanganan perkara ini,” kata Doni.
BMT Syariah Umat berpraktek tak ubahnya lembaga keuangan dan mendirikan unit-unit kerja untuk membuka kegiatan simpan pinjam layaknya perbankan umumnya. Salah satunya adalah simpanan idul fitri mulai tahun 2003 sampai 2007.
Namun penghimpunan dana dari masyarakat tersebut akhirnya diketahui liar setelah mengeruk dana dari 18 ribu nasabah senilai Rp 20 miliar.
DAVID PRIYASIDHARTA