Naskah tersebut disahkan setelah tercapai kesepakatan antara Uni Eropa, yang diwakili Swedia selaku Presiden Uni Eropa, dan delegasi RI. Sebelumnya kedua belah pihak menggelar perundingan secara intensif selama dua pekan. Kepala Perwakilan Tetap Indonesia, Nugroho Wisnumurti, mengakui perundingan berjalan cukup alot namun berlangsung dalam suasana yang konstruktif, di mana kesepakatan itu dinilai dapat mengakomodasi kepentingan kedua belah pihak.
Dalam perundingan itu pihak Indonesia menolak dimasukkannya rumusan yang mengarah kepada kemungkinan dibentuknya tribunal internasional untuk mengadili tersangka pelanggar HAM di Tim-Tim. Komisi HAM PBB menghargai keputusan DPR RI yang meminta pemerintah membentuk pengadilan ad hoc HAM sesuai dengan UU Nomor 26/2000. Karena itu komisi mendorong pemerintah RI untuk segera merealisasikan keputusan parlemen itu.
Menyinggung soal pengungsi, Komisi HAM menerima langkah Indonesia dalam menangani masalah tersebut, termasuk upayanya untuk melucuti senjata para milisi dan membubarkan organisasinya. Komisi menegaskan perlunya meningkatkan kerjasama antara Pemerintah RI dan UNTAET, UNHCR serta IOM dalam rangka merepatriasi pengungsi ke Timtim. Tak hanya itu komisi mendesak pemerintah Indonesia untuk melakukan proses pendaftaran pengungsi secara transparan dan tidak memihak sehingga memungkinkan mereka ikut serta dalam Pemilu di Timor Timur Agustus mendatang.
Berkaitan dengan peristiwa Atambua yang menewaskan tiga orang staf UNHCR bulan September 2000, Komisi HAM mengharapkan agar proses pengadilan terhadap pelaku pembunuhan tersebut dilaksanakan sesuai dengan standar internasional tentang keadilan. (Andree Priyanto, Budapest)
Baca Juga: