TEMPO Interaktif, Cirebon: Sekitar 14 anggota Greenpeace hingga pagi ini masih diperiksa di Polres Cirebon. Pemeriksaan itu sudah berjalan sejak semalam. "Bahkan kami tidak diperbolehkan untuk tidur," kata Arif Fiyanto, juru bicara Greenpeace Asia Tenggara.
Pemeriksaan itu terkait dengan aksi yang digelar Greenpeace dilakukan di muara Sungai Waruduwur, Desa Waruduwur, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon, yang berdekatan dengan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Kanci. Aksi ini sebagai bentuk penolkan terhadap penggunaan batu bara sebagai bahan bakar dan sumber energi. "Batu bara merupakan bahan bakar dari fosil yang sangat kotor," kata Arif Fiyanto. Jika sering digunakan, bahan bakar ini bisa membunuh secara perlahan.
Arif mencontohkan beroperasinya PLTU di Cilacap yagn saat ini telah membuat masyarakat sekitar menderita berbagai penyakit, mulai dari bronchitis, asma, kanker paru-paru hingga kanker otak. Tidak hanya manusia, biota laut pun menjadi terancam. "Di Cilacap, keberadaan penyu sekarang mulai langka," kata Arif. Begitu pula biota laut lainnya. Sehingga mata pencaharian nelayan pun perlahan-lahan hilang.
Karena itu, mumpung PLTU Kanci belum beroperasi, pembangunannya harus dihentikan. "Pemerintah jangan menganggap batu bara bisa menjadi obat mujarab untuk mengatasi kelangkaan energi," katanya. Masih banyak energi lain yang lebih ramah lingkungan, seperti energi matahari.
Saat aksi berlangsung, satu pleton anggota Polres Cirebon datang ke lokasi dan menangkap aktivis Freenpeace. Para aktivis itu terdiri dari 2 aktivis Indonesia, 3 warga Filipina, 1 warga negara Hongkong, 4 warga negara Thailand, 2 warga negara India, dan 2 warga negara Cina.
Kapolres Cirebon Ajun Komisaris Besar Edi Mardianto mengatakan, penangkapan itu dilakukan karena aksi Greenpeace itu tidak memiliki izin. "Tapi mengenai pemeriksaan dokumen, hingga kini masih dilakukan," katanya.
IVANSYAH