TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Ganjar Pranowo mengatakan adanya gerakan coblos tiga pasangan calon di Pilkada Jakarta, merupakan respons masyarakat terhadap ketidakadilan.
“Selalu ada respons-respons masyarakat ketika sesuatu akan dirasa tidak adil buat mereka. Kecerdasan masyarakat muncul,” kata Ganjar saat ditemui di Gedung MPR, Jakarta Pusat, 9 September 2024.
Mantan Gubernur Jawa Tengah ini mengatakan masyarakat Jakarta agak berbeda menyikapi politik dengan daerah lain. Sebab, kata dia, ekonomi masyarakat Jakarta lebih bagus dan mereka terdidik. Sehingga, kata dia, masyarakat Jakarta punya otoritas untuk menentukan.
“Maka kandidat yang ada hari ini, rasanya dia akan tertantang nanti untuk mengejar mereka memilih dan kemudian menentukan mana yang menurut mereka paling baik,” katanya.
Ganjar mengatakan sebelumnya PDIP memang tidak bisa mengusung calon gubernur Jakarta. Akan tetapi, Putusan Mahkamah Konstitusi menentukan arah angin untuk PDIP.
“Begitu ada Putusan MK, kemudian bergairah, masyarakat bergairah. Maka mereka merasakan rasa keadilan dan rasa politik dalam Pilkada ini,” ujarnya.
Sebelumnya, muncul gerakan media sosial 'Anak Abah Tusuk 3 Paslon' di tengah persaingan tiga bakal pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Jakarta.
Pengajar hukum pemilu dari Universitas Indonesia, Titi Anggraini, mengatakan gerakan ini muncul karena terjadi praktik memborong tiket partai politik dan mengakibatkan keterputusan aspirasi pencalonan pada Pilkada 2024.
“Pada 2024, ditemukan karakter yang lebih khas dibandingkan 2015 sampai 2020 di mana sentralisasi pencalonan dan hegemoni pengurus pusat parpol melalui rekomendasi dari dewan pengurus pusat (DPP) yang wajib itu membuat banyak ketidakpuasan di sejumlah daerah akibat adanya keterputusan aspirasi pencalonan,” kata Titi dalam diskusi webinar yang digelar The Constitutional Democracy Iniative atau CONSID, Ahad, 8 September 2024.
Dia mengatakan keterputusan aspirasi tersebut salah satunya tercermin dalam Pilkada Jakarta. “Di Jakarta ada Anies Baswedan dan Ahok (Basuki Tjahaja Purnama). Kok yang dicalonkan lain? Apalagi diimpor dari gubernur provinsi sebelah. Nah, itu yang menjadi problem,” katanya.
Menurut Titi, akibat keterputusan aspirasi pencalonan tersebut dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat. Hal ini, lanjut Titi, menimbulkan ekspresi ketidakpuasan dengan adanya gerakan mencoblos semua kandidat paslon.
Pilihan editor: Profil SMA Taruna Nusantara, 4 Lulusannya Disebut Bakal Jadi Menteri di Kabinet Prabowo