INFO NASIONAL – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mendorong pemanfaatan Indonesia Coral Bond Project atau obligasi terumbu karang sebagai salah satu alternatif pembiayaan tata kelola kawasan konservasi.
Selama ini, menurut Victor, Direktur Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut, pendanaan menjadi salah satu tantangan untuk mencapai pengelolaan kawasan konservasi laut yang efektif.
Karena itu, Pemerintah Indonesia dan Bank Dunia memprakarsai mekanisme obligasi terumbu karang sebagai salah satu alternatif pembiayaan yang dapat digunakan.
“Indonesia Coral Bond Project merupakan inisiasi bersama antara Bank Dunia bersama Pemerintah Indonesia yaitu KKP, Bappenas, BPDLH (Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup), untuk mencari alternatif pembiayaan bagi pengelolaan kawasan konservasi,” kata Victor di Jakarta.
Menurut dia, keistimewaan obligasi terumbu karang (coral bond) berarti pendanaan bukan berasal dari pihak pemerintah (non-sovereign) dan juga bukan utang (non-debt), melainkan berasal dari investor.
Selanjutnya, investor atau swasta akan berinvestasi pada obligasi yang diterbitkan oleh Bank Dunia untuk membiayai kegiatan konservasi pada lokasi yang telah ditetapkan dalam waktu tertentu.
Dengan demikian, risiko akan ditanggung oleh investor, dan biaya pokok akan dilindungi atau dijamin oleh Bank Dunia untuk mendukung peningkatan efektivitas pengelolaan kawasan konservasi yang diukur menggunakan standar International Union for Conservation of Nature’s (IUCN) Green List.
Sekretaris Direktorat Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut Kusdiantoro lebih jauh menjelaskan inovasi pendanaan coral bond adalah yang pertama di dunia, setelah sebelumnya pada 2022 dilaksanakan rhino bond yang lebih bersifat biota terestrial.
“Coral bond menjadi pengelolaan inovasi pendanaan yang bersifat kolaboratif karena melibatkan multi-stakeholders. Tidak hanya k/l terkait dan World Bank, tapi juga melibatkan pemerintah daerah, perguruan tinggi, dan NGO,” tutur Kusdiantoro.
Adapun, pengelolaan dana dalam skema coral bond diserahkan ke Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) Kementerian Keuangan, sehingga dapat menjadi upaya bersama terbentuknya blue windows dalam pengelolaan dana-dana hibah sektor kelautan dan perikanan ke depan.
Rencananya, Indonesia Coral Bond Project akan dilaksanakan dalam jangka waktu lima tahun. Dimulai pada 2025 dengan sasaran di tiga lokasi kawasan konservasi, yaitu Kawasan Konservasi Nasional Raja Ampat, Kawasan Konservasi Daerah (KKD) Raja Ampat, dan KKD Taman Perairan Kepulauan Alor.
Pengelola Ekosistem Laut dan Pesisir (PELP) Ahli Madya Direktorat Konservasi Ekosistem dan Biota Perairan, Amehr Hakim, yang mewakili KKP pada The 8th IUCN Asia Regional Conservation Forum (RCF) yang berlangsung di Bangkok, Thailand, 4 September silam, mengungkapkan bahwa penentuan tiga lokasi kawasan konservasi tersebut didasarkan pada beberapa pertimbangan, yaitu kondisi ekosistem terumbu karang, nilai EVIKA (Evaluasi Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi) serta komitmen Pemerintah Daerah dalam mengelola kawasan konservasi.
Untuk mengukur keberhasilan pengelolaan kawasan konservasi, KKP telah memiliki perangkat EVIKA dan menyusun Neraca Sumber Daya Laut (NSDL) kawasan konservasi.
Indonesia Coral Bond Project ini juga sejalan dengan kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono di berbagai forum global, bahwa konservasi di wilayah laut menjadi salah satu strategi andalan Indonesia dalam memulihkan kelautan dan ekosistem perairan. (*)