TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Panitia Khusus atau Pansus Haji DPR Nusron Wahid mengatakan belum menemukan unsur pidana yang dialamatkan ke suatu pihak atau lembaga mengenai pembagian kuota dalam penyelenggaraan haji 2024.
“Belum melihat (unsur pidana). Saya sebagai Ketua Pansus mengatakan saya belum melihat ada ranah pidana. Masih sangat mentah,” katanya usai rapat dengar pendapat dengan Kepala Badan Pelaksana Badan Pengelolaan Keuangan HAji Fadlul Imansyah di Senayan, Senin, 2 September 2024.
Sejauh ini Pansus Haji DPR belum mengambil kesimpulan perihal adanya unsur pidana, kendati sudah menemukan indikasinya. “Indikasi-indikasi kami ada, tapi kan tidak mungkin saya sampaikan kepada publik. Karena data-datanya menurut saya mentah lah. Sehingga kami perlu olah lagi,” katanya.
Menurut dia, tidak mudah untuk menyeidiki pelanggaran pembagian kuota penyelenggaraan haji 2024. Ia mengatakan perlu mendalami informasi lagi dari pihak lain.
“Kalau kami konteksnya penyelidikan kan harus cover both side. Kami harus menerima informasi dari pihak berwenang bagaimana, dari pihak pelaku bagaimana, dari BPKH bagaimana. Terlalu dini saya menyimpulkan untuk saat ini,” ujar Nusron.
Pansus Haji DPR mengklarifikasi pelbagai pernyataan saksi yang sebelumnya dipanggil perihal pembagian kuota dalam penyelenggaraan haji 2024 kepada Kepala Badan Pelaksana BPKH Fadlul Imansyah.
“Masih berdebat soal isu lama ketika di Panja (Panitia Kerja Komisi VIII), dengan asumsi 92 persen kuotanya untuk reguler, kenapa kok upah-upah berubah, yang 20 ribu kuota haji menjadi 10 ribu. Kemudian 10 ribu haji khusus,” kata Nusron.
DPR juga menanyakan ke BPKH perihal kepastian mekanisme dan dasar hukum seperti perubahan Kepres, namun uangnya sudah dicairkan. “Kalau BPKH pasti enggak salah ya, karena dia hanya juru bayar. BPKH hanya memastikan saja ini, alur transaksinya saja,” kata dia.
Pilihan editor: Pansus Haji DPR Sebut BPKH Tak Bersalah soal Pembagian Kuota Tambahan