TEMPO.CO, Jakarta - Eks Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan gagal maju di pemilihan kepala daerah atau Pilkada 2024 setelah sejumlah partai batal mengusungnya di pemilihan gubernur atau Pilgub Jakarta. Kegagalan itu membuat beberapa pihak menuding adanya upaya penjegalan Anies maju di palagan lima tahunan tersebut.
Eks capres di pilpres 2024 itu santer akan diusung oleh partai pendukungnya dalam Koalisi Perubahan, yakni Partai NasDem, Partai Kebangkitan Bangsa, dan Partai Keadilan Sejahtera di Pilkada Jakarta usai kalah di pemilihan kepala negara. Namun, jelang pendaftaran kandidat kepala daerah, ketiga partai itu bubar jalan meninggalkan Anies.
Belakangan NasDem, PKB, dan PKS diketahui memilih menikung haluan di persimpangan terakhir dengan bergabung ke Koalisi Indonesia Maju atau KIM Plus. Bersama belasan partai lainnya, gabungan partai-partai pusaran Presiden Joko Widodo atau Jokowi itu mengusung Ridwan Kamil dan Suswono.
Asa untuk Anies maju di Jakarta muncul dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan atau PDIP. Partainya Megawati Soekarnoputri itu beberapa kali menyebut berpeluang mengusung rival mereka di Pilkada Jakarta 2017 itu. Namun, pada akhirnya PDIP ternyata lebih memilih mengusung kadernya sendiri, Pramono Anung dan Rano Karno.
Kendati pupus peluang di Jakarta, PDIP berbaik hati menawarkan opsi untuk Anies maju di Jawa Barat. Namun, tawaran di hari terakhir pendaftaran itu ditolak oleh Anies. Alasannya, pihaknya tak punya aspirasi untuk masyarakat bumi Pasundan, julukan Jawa Barat. Kesempatan untuk Anies tertutup sudah seiring tutupnya jadwal pendaftaran.
Benarkah Anies dijegal dari pilkada?
Sejumlah pihak memandang berbeda ihwal gagalnya Anies maju di Pilkada 2024. Anies disebut sengaja dijegal. Tuduhan itu salah satunya datang dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan atau PDIP. Menurut Ketua DPD PDIP Jawa Barat Ono Surono ada “tangan-tangan” yang tak menyetujui Anies diusung PDIP di Pilgub Jabar.
“Anies ini memang menjadi opsi bagi PDI Perjuangan,” kata Ono Surono dalam keterangan persnya di Bandung, Jumat, 30 Agustus 2024.
Menurut Ono, pihaknya telah melakukan komunikasi dengan Anies sejak Rabu, 28 Agustus 2024 hingga kemudian mengerucut pada Kamis sore. Namun upaya mengusung Anies dikatakannya gagal lantaran partainya menghadapi tantangan yang amat besar. Ada pihak-pihak yang tak setuju Anies diusung PDIP di Pilgub Jabar tersebut.
“Dan kenapa gagal? Kami menghadapi sebuah tantangan yang sangat besar, tangan-tangan yang tidak menyetujui Pak Anies diusung oleh PDI Perjuangan,” ujar dia.
Di mata PDIP, Oni mengatakan Anies dinilai sebagai tokoh yang pas untuk Jawa Barat. Mantan Gubernur DKI Jakarta itu, kata Ono, merupakan tokoh nasional yang juga asli orang Jawa Barat kelahiran Kabupaten Kuningan. Anies, kata dia, punya rekam jejak yang bagus dalam membangun Jakarta.
“Sehingga kami yakin betul bahwa Pak Anies itu adalah sosok pemimpin yang bisa menyelesaikan segala permasalahan di Jawa Barat. Tapi kekuatan-kekuatan yang sangat besar itu yang pada akhirnya, Pak Anies tidak jadi di usung PDI Perjuangan,” kata dia.
Ketika ditanya ihwal pihak yang menjegal Anies, Ono menyebut nama Mulyono. Ia juga menitipkan pesan kepada sosok yang disebutnya Mulyono itu. Pihaknya meminta kepada sosok tersebut agar tidak ikut campur alias cawe-cawe kembali dalam pilkada demi terpilihnya pemimpin terbaik sesuai pilihan hati nurani rakyat.
“Mulyono dan geng, tulis saja Mulyono,” kata Ono. “Pak Mulyono gak usah cawe-cawe lagi di Pilkada, biarkan rakyat punya pilihan sesuai dengan hati nuraninya sehingga terpilih pemimpin yang terbaik untuk Indonesia, untuk provinsi, dan untuk kabupaten/kota di seluruh Indonesia.”
Sebagai informasi, Mulyono merupakan nama masa kecil Jokowi, yang diganti lantaran dinilai kabotan jeneng alias keberatan nama. Nama Mulyono belakangan digunakan sebagai pelesetan yang diduga untuk merujuk kepada Jokowi. Nama ini mencuat saat demonstrasi kawal putusan Mahkamah Konstitusi atau MK beberapa waktu lalu terkait UU Pilkada.
Adapun Majalah Tempo edisi 12 Agustus 2024, menulis tentang manuver Jokowi dan Koalisi Prabowo Subianto yang bergerilya menggagalkan pencalonan Anies di Pilgub Jakarta. Saat itu ada skenario pilkada 2024 lawan kotak kosong. Hal ini memungkinkan lantaran partai maupun gabungan partai baru bisa mengusung kandidat asalkan memiliki 20 persen kursi di parlemen.
Upaya melawan kotak kosong itu dilakukan dengan mengumpulkan banyak partai menjadi satu koalisi, yakni KIM Plus tersebut. Total 13 partai bergabung dalam koalisi ini. Mereka kemudian sepakat menyokong eks Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dan Suswono di Pilkada Jakarta. Kesepakatan politik itu menutup kans Anies maju Pilgub Jakarta.
MK lalu memutuskan menghapus aturan dalam UU Pilkada itu dan menggantinya dengan syarat bagi partai atau koalisi mengusung kandidat hanya butuh perolehan suara sah di pileg dengan persentase 6,5 sampai 10 persen. Kondisi ini membuka peluang bagi PDIP, yang bisa mengusung kandidat sendiri di Pilkada Jakarta, mengusung Anies yang nyaris tenggelam.
Meskipun belakangan Anies digadang menjadi bakal calon gubernur Jakarta dari PDIP. Namun PDIP pada akhirnya memberikan tiketnya pada pembantu Jokowi, Pramono Anung, yang saat ini menjabat sebagai Sekretaris Kabinet. PDIP juga batal mengusung Anies di Jawa Barat. Mereka kemudian mendaftarkan pasangan Jeje Wiradinata-Ronal Surapradja.
Anies versus Empat Presiden
Sepaham dengan Ono Surono, Direktur Lingkar Survei Indonesia (LSI), Denny JA juga menyebut Anies tampaknya memang sengaja dikalahkan sebelum bertanding. Pihaknya menganalisis ada strategi dari lingkaran empat presiden: Prabowo, Susilo Bambang Yudhoyono, Jokowi, dan Megawati, untuk tidak menjadikan Anies sebagai calon gubernur pada Pilkada 2024.
“Banyak analisa yang bisa dibuat. Salah satunya adalah kisah empat presiden. Mungkin bukan presidennya, tapi lingkarannya yang mengembangkan strategi ‘Politik Asal Jangan Anies’,” kata Denny JA, kepada media, Jumat, 30 Agustus 2024.
Menurut Denny JA, lingkaran Prabowo tak berkenan Anies maju di pilkada buntut penilaian Anies terhadap kinerja Kementerian Pertahanan yang dipimpin Prabowo selaku Menteri Pertahanan. Penilaian Anies itu disampaikan saat debat capres pada Januari lalu. Kala itu Anies memberi rating 11 dari 100 untuk Prabowo. Padahal, Anies pernah diusung Prabowo dan Partai Gerindra ketika mengikuti Pilkada Jakarta sebelumnya.
“Presiden terpilih Prabowo berkali-kali mengutip itu. Betapa kinerjanya sebagai Menhan dinilai 11 persen (dari 100) oleh Anies dalam kampanye presiden tempo hari. Lingkaran Prabowo tahu persis betapa Anies menjadi Gubernur DKI periode sebelumnya karena bantuan Prabowo,” kata Denny JA. “Jika Anies menjadi gubernur DKI, 2024-2029, ia akan menjadi penantang sangat kuat bagi pencalonan kembali Prabowo di Pilpres 2029.”
Denny JA juga menilai Presiden Jokowi pun memiliki catatan penting tentang Anies yang tidak mendukung Pembangunan Ibu Kota Nusantara atau IKN. Kata Denny, Jokowi sangat militan ingin memindahkan ibu kota ke IKN. Proses perubahan ibu kota agar sukses memerlukan konsolidasi mungkin 20 tahun. Program IKN perlu didukung oleh presiden Indonesia selanjutnya hingga 20 tahun mendatang.
“Sementara Anies ketika menjadi capres 2024, menjadikan IKN bukanlah program yang akan didukungnya. Itu yang tempo hari menjadi pembeda Anies dengan Prabowo yang akan melanjutkan IKN. Tentu bagi Jokowi dan pendukungnya, sikap politik Anies Baswedan atas IKN menjadi catatan penting,” katanya.
Denny JA juga menyoroti hubungan Anies dengan Presiden keenam RI, Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY. SBY sempat marah dan kecewa dengan sikap Anies yang batal memilih Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono atau AHY sebagai pasangan di pilpres 2024 lalu. Kala itu Anies lebih memilih Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar. Dinamika politik itu membuat Demokrat berbalik arah mendukung Prabowo
“Kita sebagai orang luar tak tahu persis apa yang terjadi. Tapi kita tahu komentar kemarahan SBY saat itu. Judul salah satu berita misalnya: “SBY Marah dan Kecewa ke Anies: Sekarang Saja Tak Jujur,”” katanya.
Anies, kata Denny JA, juga tak punya hubungan harmonis dengan Presiden kelima RI, Megawati Soekarnoputri. Anies adalah rival PDIP pada Pilkada DKI Jakarta 2017 saat partai banteng mengusung Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Anies dan PDIP juga memiliki iman berbeda soal ideologi politik. Anies agamis sedangkan PDIP nasionalis.
“Tak tanggung-tanggung, sebanyak empat presiden jumlahnya, yang memiliki kisah “ngeri-ngeri sedap” dalam perjalanan politik Anies Baswedan,” kata Denny AJ.
Keengganan Megawati mengusung Anies sebenarnya sudah tersampaikan dengan jelas saat dirinya membacakan kandidat usungan pilkada gelombang kedua pada Kamis, 22 Agustus 2024. Putri Presiden Pertama RI Sukarno itu mempertanyakan alasan terkait dengan dirinya yang diminta untuk harus mengusung Anies pada Pilkada Jakarta 2024.
“Ngapain saya disuruh dukung Pak Anies? Dia benar ini kalau mau sama PDI Perjuangan? Kalau mau PDI Perjuangan, jangan kayak begitu dong, ya. Mau tidak nurut ya?” ucap Megawati, dikutip dari Antara.
Bantahan Jokowi
Desus soal Mulyono jegal Anies maju di pilkada sampai ke telinga Jokowi. Tahu sebutan Mulyono merujuk pada dirinya, kepala negara mengatakan bahwa urusan mencalonkan atau tidak mencalonkan Anies di pilkada merupakan kewenangan partai politik maupun koalisi. Pihaknya menegaskan ada mekanisme tersendiri yang mengatur dalam pencalonan di Pilkada 2024.
“(Soal Anies gagal maju Pilkada) Saya kan ditudang-tuding. Kan banyak banget, tidak hanya itu saja, dituding menjegal, dituding menghambat, dituding. Saya bukan ketua partai, saya juga bukan pemilik partai, supaya tahu semua, apa urusannya?” kata Jokowi ditemui usai acara di Rumah Sakit Persahabatan, Jakarta Timur, pada Jumat, 30 Agustus 2024.
Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana sebelumnya juga sudah menyangkal tudingan bahwa Presiden Jokowi ada kaitannya dengan penjegalan Anies Baswedan yang gagal maju di Pilkada. Ari juga mengatakan keputusan pencalonan atau tidak dicalonkannya seseorang diputuskan melalui mekanisme internal partai masing-masing.
“Yang memutuskan siapa, yang dituduh siapa,” kata Ari melalui pesan singkat kepada Tempo pada Jumat, 30 Agustus 2024.
MAULANI MULIANINGSIH | ANDI ADAM FATURAHMAN | DANIEL A. FAJRI | NOVALI PANJI NUGROHO
Pilihan Editor: Tom Lembong Soal Perahu Bajak Laut, Bagaimana Kedekatannya dengan Anies Baswedan?