TEMPO.CO, Jakarta - Nama Mulyono belakangan ini ramai dibicarakan saat demo tolak Revisi UU Pilkada. Dalam aksi di depan gedung DPRD Jawa Timur, Surabaya pada Jumat, 23 Agustus 2024, para demonstran menuliskan beberapa poster hingga spanduk, yang bertulis “Lawan Mulyono dan Kroninya”.
Mereka juga menulis “Tidak Semua Keinginan Anak Harus Dipenuhi Orang Tua”, “Rakyat Kerja Kena Batas Usia Buat Anak Penguasa Revisi Seenaknya”, hingga “Suara DPR Suara Rakyat Bukan Suara Jokowi.”
Selain itu, nama Mulyono memenuhi postingan dan kolom komentar sosial X yang berkaitan dengan isu politik yang saat ini tengah ramai diperbincangkan. Adapun diketahui, nama tersebut digunakan untuk menyebut nama Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Lantas, bagaimana asal usul Jokowi memiliki Mulyono?
Mulyono nama pertama presiden Joko Widodo merupakan informasi lawas yang pernah ramai beredar pada Januari 2017 dan sudah pernah dijelaskan Presiden Jokowi. Jokowi membenarkan nama pertamanya adalah Mulyono. Kala itu, ia mengatakan bahwa dirinya lahir pada 1961 di Rumah Sakit Brayat Minulyo, Kota Surakarta, Jawa Tengah. Ia diberi nama Mulyono oleh kedua orang tuanya, yakni Widjiatno Notomihardjo dan Sudjitami Notomihardjo.
Namun, nama Mulyono tapi tidak berlangsung lama, karena nama tersebut membuat Jokowi sering sakit-sakitan. "Tapi, nama itu tak terlalu lama saya miliki karena orang tua saya segera mencarikan nama baru ketika saya berulang kali sakit," kata Jokowi dalam buku Jokowi Menuju Cahaya karya Alberthiene Endah, yang baru diluncurkan pada Kamis, 13 Desember 2018.
Ia menjelaskan bahwa kepercayaan dalam masyarakat Jawa bahwa anak yang sakit-sakitan perlu berganti nama. Kemudian, nama Mulyono pun diganti dengan Joko Widodo. Jokowi melanjutkan setelah namanya diganti kesehatannya berangsur-angsur membaik.
"Boleh tidak percaya, saya kemudian tumbuh sehat. Itu misteri," katanya.
Dalam buku itu, Jokowi mengaku menghabiskan masa kecilnya di sebuah rumah bilik di pinggir kali, tepatnya di daerah Srambatan, pinggiran Solo. Ia dan keluarganya berkali-kali pindah rumah, namun selalu di pinggir sungai. Belakangan, ia baru tahu bahwa nasib keluarga-keluarga yang mengontrak rumah di bantaran sungai memang seperti itu.
"Si pemilik rumah akan dengan ringan menyuruh sebuah keluarga pindah jika ada pengontrak rumah yang sudi membayar lebih mahal," ujarnya.
Setelah berulang kali pindah rumah kontrakan, Jokowi dan orang tuanya pindah ke bantaran Kali Pepe, Kampung Cinderejo, Solo. Mereka bermukim lebih lama. Bahkan, tiga adik perempuan Jokowi pun lahir di sana. Rumah kumuh di bantaran Kali Pepe, kata Jokowi, telah mengajarkan kepadanya banyak hal kesengsaraan sekaligus kekuatan kaum marginal.
Perubahan nama ini tidak hanya mencerminkan transformasi pribadi Joko Widodo, tetapi juga merupakan bagian dari strategi komunikasi politik. Dalam konteks ini, nama Joko Widodo lebih mudah diingat. Misalnya, Jokowi lebih dikenal dengan nama sekarang ini sebagai pengusaha di bidang mebel.
Nama panggilan "Jokowi" diberikan oleh seorang pelanggan asal Prancis, Michl Romaknan, untuk membedakannya dari pengusaha mebel lain yang bernama Joko. Seperti diketahui, bisnis mebel Jokowi berkembang dan berhasil memasuki pasar internasional. Hingga kini, nama tersebut lebih dikenal masyarakat dibandingkan nama aslinya, Joko Widodo.
Nama ini juga mencerminkan gaya kepemimpinan yang sederhana dan bersahaja, sejalan dengan citra yang ingin dibangun oleh Joko Widodo sebagai seorang pemimpin yang dekat dengan rakyat. Kepemimpinannya membawa banyak perubahan positif, termasuk program unggulannya yaitu Kartu Indonesia Sehat (KIS) dan Kartu Indonesia Pintar (KIP).
KHUMAR MAHENDRA | TIARA JUWITA | MYESHA FATINA RACHMAN | FRISKI RIANA | MICHELLE GABRIELA
Pilihan editor: Aksi Mahasiswa di Surabaya Tolak Revisi UU Pilkada Muncul Poster Lawan Mulyono dan Kroninya