TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi atau Kemendikbudristek Anindito Aditomo mengklaim kecurangan dalam seleksi Penerimaan Peserta Didik Baru atau PPDB berkurang setiap tahunnya. Menurut dia, implementasi seleksi PPDB 2024 sudah lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya.
"Yang high profile itu viral, iya. Tapi secara keseluruhan sudah lebih baik," katanya, Kamis, 25 Juli 2024.
Menurut dia, kecurangan yang terjadi dalam seleksi PPDB dapat hilang apabila ketimpangan antarsekolah berkurang. Dia menyebut, saat ini masih ada anggapan sekolah favorit ataupun unggulan sehingga menjadi rebutan para pelajar dan membuat ketimpangan terjadi.
Anindito mencontohkan Sekolah Menengah Atas atau SMA Negeri 5 Yogyakarta yang dicap sebagai sekolah favorit. PPDB dengan jalur afirmasi, prestasi, hingga zonasi memiliki dampak terhadap sekolah itu.
"Mereka (SMA 5 Yogyakarta) tentu merasakan dampak PPDB jadi menantang karena inputnya jadi bervariasi," kata Anindito.
Namun, Anindito mengatakan input yang bervariasi itu justru membawa hasil positif bagi sekolah tersebut. Dia bercerita, dulunya SMA Negeri 5 Yogyakarta hanya menjadi langganan pemenang lomba di bidang Matematika, Fisika, ataupun akademik yang lain. Lewat PPDB ini, sekolah itu bisa berprestasi di bidang non-akademik, seperti olahraga hingga seni.
Anindito juga mengklaim, kebijakan PPDB di era Mendikbudristek Nadiem Makarim telah menunjukkan pemerataan antarsekolah. "Kepala Dinas Pendidikan Yogyakarta bilang juara-juara olimpiade sekarang bisa ditemukan dari sekolah pinggiran," kata dia.
Menurut Anindito, kebijakan PPDB di zaman Nadiem sudah disempurnakan. Dengan mengkombinasikan tiga jalur, yakni prestasi, afirmasi, dan zonasi. Pemerintah mengklaim itu sebagai cara terbaik menyeleksi para murid.
"Kecurangan tidak akan hilang dengan menghilangkan afirmasi dan zonasi," ujar Anindito.
Menurut Anindito, apabila jalur seleksi itu dihilangkan dan kembali kepada PPDB jalur tes, potensi terjadinya kecurangan tetap ada. Salah satunya pada proses tes tersebut. "Karena akar masalahnya tidak tertangani, yaitu ketimpangan antarsekolah," ucapnya.
Anindito mengatakan, pemerintah bakal terus mempertahankan sistem seleksi PPDB saat ini. Salah satu yang akan dievaluasi, kata dia, pemerintah akan meminta pendampingan pemerintah daerah untuk mengurangi kecurangan PPDB.
Ombudsman Beberkan Sejumlah Masalah PPDB di Indonesia
Anggota Ombudsman RI Indraza Marzuki Rais mengungkap berbagai temuan persoalan dalam penerimaan peserta didik baru atau PPDB 2024 di 10 provinsi. Temuan itu yakni Aceh, Sumatera Selatan, Riau, Jawab Barat, Banten, Yogyakarta, Jawa Tengah, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Maluku Utara.
"Ini adalah hal-hal yang memang cukup menonjol, apakah ada semua provinsi?" kata Indraza saat menggelar konferensi pers di kantor Ombudsman, Jakarta, Jumat, 5 Juli 2024.
Indraza menjelaskan permasalahan di Aceh meliputi kurangnya sosialisasi, penambahan rombongan belajar, dan penambahan jalur madrasah di luar prosedur. Sementara di Riau, Indraza menjelaskan, ada diskriminasi dalam jalur perpindahan di mana hanya menerima siswa yang memiliki orang tua sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) atau pegawai Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
"Padahal di situ ada juga orang tua yang BUMD, swasta, wiraswasta. Tapi, tidak diterima," kata Indraza.
Indraza menjabarkan permasalahan di Sumatera Selatan. Dia menyebut bahwa provinsi ini menjadi sorotan usai adanya temuan piagam prestasi palsu. Akibatnya, Ombudsman meminta 911 siswa dicoret.
"Belum lagi ada diskriminasi memasukan nilai tahfiz untuk SMA umum. Itu menjadi diskriminasi karena belum tentu semua siswa itu adalah muslim," kata Indraza.
Kemudian, Indraza menyoroti permasalahan PPDB di Banten berupa penanganan pengaduan yang tidak optimal. Dia menilai adanya petugas PPDB yang kurang berkompeten sehingga mengakibatkan jadi banyak hambatan.
Di Yogyakarta, temuan berupa manipulasi dokumen pada jalur zonasi, seperti penitipan nama dalam Kartu Keluarga (KK) hingga pemalsuan KK. Dia juga menyebut ada dugaan gratifikasi oleh oknum penyelenggara di wilayah itu.
Permasalahan di Jawa Tengah, Indraza menjelaskan, mencakup jalur masuk di luar prosedur, penjualan bahan seragam, pemalsuan sertifikat. Sedangkan permasalahan di Jawa Barat meliputi aplikasi eror hingga minimnya pengawasan pendaftaran.
Selanjutnya, Indraza menyinggung permasalahan di Bali yang terdiri dari penyalahgunaan jalur afirmasi dan kurangnya sosialisasi. Selain itu, dia menyebut adanya penambahan daya tampung yang dilakukan oleh dinas pendidikan dengan cara menambah sekolah SMA tetapi tidak memiliki bangunan secara fisik. "Jadi mereka menumpangkan dengan SMA-SMA lain," ujarnya.
Kasus itu, Indraza menjelaskan, berujung pada penyelesaian usai dirundingkan oleh dinas pendidikan dan asosiasi sekolah swasta, serta dimediasi oleh Ombudsman dan Balai Penjaminan Mutu Pendidikan (BPMP) Bali.
Indraza turut mengungkap permasalahan di NTB. Menurut dia, masih ada diskriminasi jalur prestasi bagi agama tertentu, di mana ada jalur prestasi siswa beragama Islam yang diutamakan, sementara tidak dengan siswa beragama lain.
Terakhir, Indraza menyebutkan permasalahan di Maluku Utara. Pada provinsi itu terdapat penambahan rombel dengan mengalihfungsikan ruang laboratorium. Kondisi itu, kata Indraza, menyebabkan ketiadaan labolatorium di sekolah tersebut.
"Jadi, kelasnya sendiri belum ada secara fisik dan akhirnya labnya dipakai untuk penambahan rombongan belajar," kata Indraza.
DEVY ERNIS | SAVERO ARISTIA
Pilihan Editor: Ingin Perbaikan pada PPDB, Pj Gubernur Jabar Berencana Temui Mendikbudristek