Seiring waktu, kala berdiskusi dengan para santri dan muridnya dari Kweek School Jetis, KH. Ahmad Dahlan mendapat dorongan tambahan agar membentuk organisasi yang diharapkan akan menjaga keberlanjutan Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah.
Organisasi itu bernama Muhammadiyah, dengan harapan agar para anggotanya dapat meneladani Nabi Muhammad Saw.
Meskipun gagasan dan usulan untuk mendirikan Muhammadiyah banyak didorong oleh beberapa orang santri dan muridnya, atas dasar aturan yang berlaku, hanya nama-nama yang telah cukup usia yang dapat dimasukkan sebagai pendiri.
Dalam Statuten atau Anggaran Dasar Muhammadiyah yang diajukan kepada Pemerintah Hindia-Belanda disebutkan bahwa tanggal berdiri organisasi ini adalah 18 November 1912.
Setelah melewati proses pengajuan yang sulit dan memakan waktu lama, dengan terbitnya Besluit pada 22 Agustus 1914 No.81, akhirnya Muhammadiyah sebagai Badan Hukum diakui oleh Pemerintah Hindia-Belanda.
Pada masa awal pendirian, aturan yang ditetapkan oleh Pemerintah Hindia-Belanda membatasi ruang dan gerak Muhammadiyah. Namun, dalam Kongres Boedi Oetomo yang diselenggarakan di rumah KH. Ahmad Dahlan pada tahun 1917, pendiri Muhammadiyah ini menyatakan bahwa organisasi ini perlu berdiri tidak saja di Yogyakarta, tapi juga di seluruh Jawa, dan bahkan di Sumatera, Sulawesi, Kalimantan, dan di berbagai tempat di Nusantara.
Setelah mendapat persetujuan dari Pemerintah Hindia-Belanda, KH. Ahmad Dahlan menjadi leluasa dalam memperluas misi dakwahnya. KH. Ahmad Dahlan pergi berceramah di berbagai tempat dan mengajak kaum muslimin untuk mengamalkan Islam yang membebaskan umatnya dari kejumudan, kebodohan, dan berorientasi pada amal saleh.
KH Ahmad Dahlan memimpin Muhammadiyah sejak tahun 1912 dan berakhir ketika wafat pada 1923. Dari awal hingga setengah abad berikutnya, kepemimpinan di Muhammadiyah dilanjutkan oleh Kyai Haji Ibrahim pada tahun 1923 hingga 1931.
Kemudian Kyai Haji Hisyam pada 1931 hingga 1936, Kyai Haji Mas Mansyur pada 1936 hingga 1942, dan Ki Bagus Hadikusuma pada tahun 1942 hingga 1953.
IKHSAN RELIUBUN | ANDRY TRIYANTO
Pilihan Editor: Sempat Gamang, Muhammadiyah Akhirnya Ikuti Langkah PBNU Terima Izin Usaha Pertambangan