TEMPO.CO, Jakarta - Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi alias Perludem menyoroti kurangnya mitigasi risiko Mahkamah Konstitusi atau MK dalam sengketa pileg.
"Ini salah satu bukti MK rasanya kurang memitigasi risiko terkait proses PHPU (perselisihan hasil pemilihan umum) pileg 2024," kata peneliti Perludem Ihsan Maulana dalam diskusi di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, pada Senin, 20 Mei 2024.
Dia menjelaskan, pada hari pertama sidang sengketa pileg 2024, Senin, 29 April lalu, ada perubahan komposisi hakim di panel tiga. Hakim konstitusi Guntur Hamzah yang seharusnya menangani panel satu harus menggantikan Anwar Usman di panel tiga.
Ini lantaran Anwar Usman pihak terkait dalam salah satu perkara adalah Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Seperti diketahui, Anwar mempunyai ikatan keluarga dengan Ketua Umum PSI Kaesang Pangarep. Bekas Ketua MK ini dilarang mengikuti sidang dimana ada PSI, buntut dari putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi alias MKMK atas pelanggaran etiknya.
"Ternyata setelah kami telusuri lebih lanjut, dalam proses persidangan, pergantian ini berdampak ke beberapa hal," ucap Ihsan.
Pertama, mundurnya panel satu menyebabkan keterlambatan. Sidang di panel yang dipimpin oleh Ketua MK Suhartoyo ini dimulai menjadi pukul 09.30, telat satu setengah jam dari jadwal seharusnya.
"Kami menemukan ternyata bukan hanya di perkara itu saja Anwar Usman tidak bisa mempersidangkan, dan terus ada perubahan komposisi hakim," beber dia.
Dia melanjutkan, Perludem menemukan ada tiga perkara dimana PSI menjadi pihak terkait, yakni di Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, dan Papua Barat. Ketiga provinsi ini disidangkan oleh Anwar Usman. Sehingga, kata dia, harus ada perubahan dinamika hakim untuk memeriksa perkara tersebut.
"Nah, ini menunjukan bagaimana sebetulnya potensi konflik kepentingan yang terjadi dalam konteks Anwar Usman menyidangkan perkara PHPU pileg ini, dampaknya masih cukup signifikan di PHPU," ucap Ihsan.
Pilihan Editor: Pilgub Jatim 2024, PDIP Akui Jalin Komunikasi Intens dengan Khofifah