TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengingatkan presiden terpilih Prabowo Subianto untuk tidak membawa orang toxic atau bermasalah ke kabinetnya. Luhut menyampaikan hal itu dalam acara “Jakarta Future Forum: Blue Horizons, Green Growth” di Jakarta, Jumat, 3 Mei 2024.
“Untuk presiden terpilih, saya bilang jangan bawa orang toxic ke pemerintahanmu, itu akan sangat merugikan kita,” ujar Luhut.
Menurut juru bicara Luhut, Jodi Mahardi, orang toxic yang dimaksud Luhut adalah dalam konteks pemerintahan ke depan.
“Pak Luhut menggunakan istilah toxic untuk merujuk kepada pihak-pihak yang cenderung menghambat kemajuan program kabinet karena tidak sejalan dengan visi dan arah yang telah ditetapkan,” kata Jodi kepada Tempo, Ahad, 5 Mei 2024.
Demokrat Sepakat dengan Luhut
Partai Demokrat sepakat dengan pesan Luhut tersebut. Hal itu diungkapkan Kepala Badan Komunikasi Strategis Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat, Herzaky Mahendra Putra, ketika dihubungi pada Senin, 6 Mei 2024.
“Kalau untuk isu ini, kami sepakat semua, kan enggak ada yang ingin orang toxic itu bisa bergabung dalam pemerintahan dalam kabinet, malah meracuni,” ujar dia.
Zaky menyebut partainya tentu ingin pemerintah ke depan bisa berjalan efektif dan efisien, di mana semua yang terpilih dan dipilih oleh Prabowo merupakan putra putri bangsa terbaik.
“Ini kan jumlahnya enggak banyak, hanya puluhan, hanya berkisar 34 sampai mungkin 38 atau 40 orang,” tuturnya.
Karena itu, dia menyebut akan dicari sosok-sosok yang benar-benar kredibel, punya integritas, dan kompeten. “Dan yang paling penting dan terutama tentunya percaya dengan apa yang menjadi visi misi dan programnya Pak Prabowo, itu kan yang utama,” kata dia.
Dia menuturkan Demokrat menganggap orang toxic yang dimaksud ini kemungkinan orang-orang yang cenderung tidak percaya dengan Prabowo tapi justru ikut bergabung dengan pemerintahan.
“Kan ini bahaya nih. Lalu misalnya orang yang bergabung ini kemudian ke depannya malah fokus mementingkan diri sendiri, bukan untuk kepentingan bangsa dan negara, bukan bagaimana agar program-program kerja itu bisa berjalan, tapi malah bagaimana memanfaatkan jabatannya itu bisa bermanfaat untuk dirinya pribadi atau kelompok,” kata Zaky.