TEMPO.CO, Jakarta - Calon wakil presiden nomor urut tiga Mahfud Md menegaskan belum saatnya memberikan selamat kepada pasangan presiden dan wakil presiden terpilih Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Padahal pada 20 Maret 2024 lalu, Komisi Pemilihan Umum atau KPU telah mengumumkan Prabowo-Gibran sebagai pemenang pemilihan presiden dan wakil presiden atau Pilpres 2024.
Alasan Mahfud Md
Menurut Mahfud, kepastian pemenang Pilpres 2024 baru ada setelah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas sengketa pemilu atau Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU).
“Kami menahan diri. Ketuk palu dulu supaya rakyat melihat teater hukum tata negara. Jika harus itu keputusannya, maka sebagai anak bangsa, kami berjiwa besar,” kata Mahfud dalam siniar Rhenald Kasali pada Senin, 25 Maret 2024.
Dia mengatakan, pasangan calon (paslon) nomor urut tiga belum kalah dalam laga Pilpres 2024. Merujuk pada mekanisme yang diatur konstitusi dan prosedur hukum, katanya, penentuan kekalahan serta kemenangan masih agak jauh.
Pasalnya, lanjut Mahfud, masih ada jalur hukum di MK dan jalur politik berupa hak angket. Kedua jalur ini, kata Mahfud, dapat memproses dugaan kecurangan yang terstruktur, sistematis dan masif (TSM) pada rangkaian Pilpres.
Apa pun hasil peradilan MK, tutur dia, paslon 03 akan tetap menempuh jalur hukum. Hal ini karena MK layaknya panggung teater untuk penyadaran hukum bagi masyarakat di seluruh dunia.
“Ini untuk mengedukasi agar masyarakat mengetahui masalahnya. Nanti akan terjadi perdebatan di panggung MK," kata mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan di Kabinet Presiden Joko Widodo atau Jokowi itu.
Lebih lanjut Mahfud mengatakan Tim Hukum 03 telah menyiapkan bukti dan saksi ke persidangan yang diperkirakan akan dimulai pekan ini. Namun, kata Mahfud, sejumlah saksi balik kanan mengundurkan diri, sebab takut bersaksi di persidangan.
Eks Hakim Konstitusi itu juga menyebut, lembaga sejenis MK di beberapa negara pernah membatalkan hasil Pemilu. Setidaknya, ada tujuh negara yang membatalkan seorang presiden terpilih, misalnya di Kenya, Bolivia, Thailand, dan Ukraina. Pembatalan tersebut umumnya konsekuensi atas faktor kecurangan.