TEMPO.CO, Jakarta - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mengutuk keras praktek penyiksaan yang dilakukan oleh prajurit TNI terhadap warga Papua. Ketua YLBHI Muhammad Isnur mendesak Komisi Nasional Hak Asasi Manusia secepatnya melakukan penyelidikan dan menuntut para pelaku penyiksaan bertanggungjawab atas perbuatannya.
“Kami juga mendesak panglima TNI turun tangan melakukan penangkapan para pelaku,” ujar Isnur dalam keterangan resmi, Senin, 25 Maret 2024. Menurut dia, apa yang terjadi pada warga Papua bukan sekedar penganiayaan sebagai tindakan kriminal biasa, tapi tindakan penyiksaan.
Hingga saat ini, korban penganiayaan oleh prajurit TNI disebut-sebut bernama Definus Kogoya. Isnur kemudian menyebut penyiksaan yang dilakukan prajurit TNI itu melanggar berbagai instrumen hukum, seperti pada Pasal 1 UU No. 5 Tahun 1998 tentang Ratifikasi Konvensi Internasional Tentang Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, dan Merendahkan Martabat Manusia.
Selain pelanggaran ketentuan tersebut, melalui fakta tindakan penyiksaan itu juga secara jelas-jelas melanggar ketentuan Pasal 33 ayat 1 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM. Pasal tersebut berbunyi, setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan, penghukuman atau perlakuan yang kejam, tidak manusiawi, merendahkan derajat dan martabat kemanusiaannya.
“Dengan demikian maka sudah menjadi keharusan bagi Komnas HAM untuk menjalankan tugas dan wewenangnya melakukan penyelidikan dan pemeriksaan terhadap peristiwa yang timbul dalam masyarakat yang berdasarkan sifat atau lingkupnya patut diduga terdapat pelanggaran HAM,” ucapnya.
Pada prinsipnya, kata Isnur, tindakan penyiksaan di Papua terjadi setelah tiga bulan perpanjangan Operasi Damai Cartenz 2024 yang berlaku sejak 1 Januari hingga 31 Desember 2024 nanti. LBH-YLBHI menyatakan bahwa pemerintah Indonesia seharusnya berupaya serius untuk mencegah praktek penyiksaan terjadi.
“Praktek penyiksaan di Papua bukan hal yang baru namun merupakan praktek yang terus berulang,” ujar dia. Oleh karena itu, YLBHI menuntut Presiden RI dan DPR RI segera menghentikan pendekatan keamanan dalam upaya menyelesaikan konflik papua.
Caranya, yakni dengan segera melakukan evaluasi atas praktek berbagai operasi militer di luar perang ilegal seperti Operasi Damai Cartenz 2024 yang dipraktekkan dengan pendekatan kekerasan dan penyiksaan. “Kami mendesak penegakan hukum dan Hak Asasi Manusia secara tuntas dalam kasus ini.”
Pilihan editor: Mendagri Tito Pastikan Tak Ada Intervensi Pemerintah dalam Pemilu 2024: Hanya Dukungan