TEMPO.CO, Solo - Saksi dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan Partai Nasional Demokrat (NasDem) kompak ogah menandatangani berita acara hasil rapat pleno terbuka rekapitulasi penghitungan suara pemilihan presiden atau Pilpres 2024 yang diselenggarakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Solo, Sabtu malam, 2 Maret 2024.
Pantauan Tempo, rapat pleno sempat diwarnai interupsi dari saksi PDIP. Mereka menyoroti jumlah Daftar Pemilih Tambahan (DPTb) dan Daftar Pemilih Khusus (DPK) yang jumlahnya dinilai banyak.
Saksi dari PDIP untuk rekapitulasi penghitungan suara tingkat kota, Suharsono, menyatakan bahwa jumlah DPTb dan DPK mencapai 4 ribuan.
"Untuk DPTb dan DPK ini harus memenuhi syarat dan ketentuan. Dengan banyaknya jumlah DPTb dikhawatirkan ada pelanggaran dalam proses penghitungan suaranya," ungkap Suharsono ketika ditemui Tempo di Hotel The Sunan Solo, lokasi penyelenggaraan rapat pleno terbuka itu, Sabtu, 2 Maret 2024.
Suharsono mengatakan informasi tersebut bahkan disampaikan oleh Ketua KPU Kota Solo, Bambang Christanto, dalam pidato sambutannya. Menurut KPU jumlah itu banyak karena angka partisipasi tinggi. "Tapi kami khawatir justru banyak karena mobilisasi," katanya.
Saat rapat pleno digelar, saksi dari PDIP sempat mengajukan permohonan untuk membuka salah satu kotak suara, yakni di TPS 9 Kelurahan Semanggi yang jumlah DPTb-nya mencapai 158 suara dan DPK mencapai 454 suara.
"Karena kalau terbukti ada pelanggaran, maka akan ada bola salju hingga ke tingkat atasnya, tidak memenuhi syarat tapi nyoblos," tuturnya.
Namun permohonan untuk membuka kotak suara ini ditolak oleh KPU. KPU berdalih karena sudah menggunakan sistem berjenjang, TPS, PPK hingga ke tingkat kota.
"KPU menolak. Tapi karena itu hak saya, hak kami dari PDIP, maka kami disediakan surat keberatan dan isi surat tersebut menjelaskan bahwa KPU keberatan membuka kotak suara atas usulan saksi PDIP untuk membuka kotak suara di TPS Semanggi," katanya.
Selanjutnya: PDIP dan NasDem ogah tandatangani berita acara