INFO NASIONAL – Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian ESDM Tutuka Ariadji meminta agar kebijakan kenaikan tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) yang diterapkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta ditunda. Sebab, dinilai kurang sosialisasi.
"Sosialisasi kita rasakan kurang, dan (ada) masalah sosial lainnya. Jadi kami mengimbau itu betul-betul diperhatikan oleh Pemda setempat," ucap Tutuka. Pihaknya telah mengambil sikap untuk berkomunikasi terkait masalah kenaikan PBBKB tersebut kepada Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Keuangan.
"Akhirnya kami mengambil sikap ke Kemendagri dan Kementerian Keuangan tentang kendala-kendala itu. Karena itu berhubungan dengan sektor kami, sektor migas dalam mendistribusikan BBM," ucapnya.
Tak Kerek Pendapatan Daerah
Peneliti di Alpha Research Database Ferdy Hasiman mengatakan, kenaikan harga BBM non subsidi imbas dari kenaikan PBBKB di luar kewenangan badan usaha. "Kalau soal pajak itu bukan urusan badan usaha, itu kebijakan pemerintah," kata Ferdy.
Menurut Ferdy, kenaikan PBBKB berimbas pada kenaikan harga BBM. Meskipun BBM non subsidi akan memberatkan masyarakat, tidak tepat dijadikan pilihan untuk meningkatkan pendapatan daerah. "Kalau ingin meningkatkan pendapatan jangan BBM yang jadi sasaran. Jadi nggak usah bikin kebijakan yang menyusahkan rakyat," tutur Ferdy.
Ferdy pun menyebut kebijakan tersebut kontradiktif dengan upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dia pun mengkhawatirkan adanya penurunan perekonomian atas penerapan kenaikan PBBKB dan pergeseran pengguna non subsidi ke BBM subsidi jika beda harga makin jauh. "Masyarakat sudah kesulitan cari duit nanti perekonomiannya seperti apa? Seharunya kebijakan publik itu harus berpihak ke rakyat," tuturnya.
Sebelumnya, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah menerbitkan Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah pada Januari lalu. Adapun kenaikan PBBKB dari sebelumnya 5 persen menjadi 10 persen.(*)