TEMPO Interaktif, Mataram: Pusat Penelitian Pesisir dan Lautan Universitas Mataram (P3L Unram) menengarai erosi pasir pantai di kawasan Taman Wisata Laut Gili Matra di Kabupaten Lombok Utara telah mengubur sisa-sia karang yang hidup hingga kedalaman 15 meter. Akibatnya, aneka biota karang, karang lunak, dan biota lainnya sudah hampir tidak ada lagi.
Padahal, kawasan konservasi yang terdiri dari Pulau Gili Air, Gili Meno, dan Gili Trawangan tersebut merupakan tujuan wisata paling popular di Nusa Tenggara Barat (NTB).
Selama ini, Gili Matra merupakan obyek wisata snorkeling dan pemandangan bawah air melalui perahu kaca bawah laut. Lokasi-lokasi tersebut sekarang banyak yang hanya menyajikan pemandangan padang pasir bawah air akibat timbunan pasir putih dari erosi pantai.
Penyebab utama erosi pantai diduga akibat hilangnya fungsi pemecah gelombang akibat rusaknya terumbu karang oleh penangkapan ikan, pembuangan jangkar, dan pemutihan karang.
Perubahan iklim global yang mungkin mengubah kecepatan angin dan arus lokal memperburuk erosi pantai, walaupun spekulasi ini masih harus dibuktikan lebih lanjut.
Ketua P3L Unram Imam Bachtiar mengatakan penimbunan dasar terumbu oleh erosi pantai yang disebabkan gelombang merupakan fenomena yang baru, namun keadaan ini sudah diketahui oleh peneliti terumbu karang internasional. "Mereka heran dan ingin tahu," katanya kepada Tempo, Selasa (23/6) pagi.
Erosi pantai yang menimbun karang di rataan terumbu sebenarnya telah diamati oleh Imam Bachtiar sejak tahun 1987 di pantai tenggara Gili Air. Pada tahun 1995, penimbunan yang sama diamati di Gili Trawangan di utara pelabuhan, atau sebelah selatan lokasi snorkeling. Lokasi penimbunan tersebut meluas ke arah selatan, sehingga rataan terumbu dan tubir di tenggara Gili Trawangan mulai tertimbun pasir pantai pada tahun 2000.
Pada tahun 2005, seluruh pantai di bagian tenggara Gili Trawangan telah tertimbun pasir. Lokasi wisata snorkeling di Gili Trawangan yang paling banyak dikunjungi wisatawan mulai tertimbun pasir pada tahun 2005. Pada tahun 2009, 90 persen lokasi tempat snorkeling dan sun-bathing ini telah tertimbun pasir.
Kejadian penimbunan karang oleh pasir pantai dikhawatirkan akan mengurangi potensi wisata bahari di Gili Matra. Buruknya pengendalian tata ruang yang ada juga menambah nilai negatif Gili Matra di masa mendatang.
Imam Bachtiar mengaku telah melaporkan ancaman erosi terhadap terumbu karang tersebut ke Dinas Kelautan dan Perikanan NTB pada tanggal 8 dan 11 Juni 2009. Pada saat ini, P3L sedang mencari cara terbaik untuk merekomendasikan kepada Diskanlut NTB sebagai solusi dari erosi pantai tersebut.
SUPRIYANTHO KHAFID