TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum atau Bawaslu Rahmat Bagja, mengatakan telah mengirim surat imbauan kepada Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang berisi imbauan untuk membina para menterinya selama Pemilu 2024.
"Sudah (surat) tertulis, untuk membina menteri-menterinya," kata Rahmat kepada wartawan di kantor Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu atau DKPP, Jalan Abdul Muis 2-4, Jakarta Selatan, Senin, 29 Januari 2024.
Rahmat mengatakan, surat itu untuk mengingatkan para menteri yang ada di kabinet Jokowi supaya tidak melanggar Undang-Undang Pemilihan Umum.
"Sekarang mungkin ada yang boleh saja kan ke parpol (partai politik) A, parpol B, atau capres A capres B supaya tidak melanggar ketentuan larangan dalam UU Nomor 7 Tahun 2017," ujar dia.
Rahmat Bagja mengatakan surat itu dikirim langsung ke Presiden Jokowi. "Iya betul. kan pertanyaannya kalau menterinya siapa kemudian menteri itu untuk siapa?" kata dia.
Saat ditanya apakah surat itu dikirim setelah pernyataan Jokowi bahwa presiden boleh memihak dan kampanye, Rahmat Bagja menyatakan lupa tanggal pengirimannya. "Nanti aku cek suratnya, tapi minggu kemarin sudah jalan. Bahkan sebelum minggu kemarin," ujar dia.
Adapun pernyataan Jokowi itu dilontarkan pada Rabu, 24 Januari 2024 lalu. Saat itu Jokowi bersama dengan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto menyerahkan pesawat tempur ke TNI Angkatan Udara.
"Presiden itu boleh kampanye. Boleh memihak. Kita ini kan pejabat publik, sekaligus pejabat politik. Masa ini enggak boleh," kata Jokowi.
Pernyataan ini pun menuai kritik dari berbagai pihak. Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti menilai ucapan Jokowi tentang presiden dan menteri boleh memihak serta berkampanye dalam pemilu merupakan alasan sahih pemakzulan presiden. Menurut dia, ucapan Jokowi itu merupakan perbuatan tercela yang merupakan salah satu syarat pemakzulan. Bivitri merujuk kepada Pasal 7A UUD 1945 yang memuat syarat-syarat pemberhentian presiden.
“Menurut saya, ini adalah alasan yang sahih untuk sebuah proses pemakzulan, karena ini merupakan perbuatan tercela,” kata Pengajar Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera itu saat dihubungi melalui pesan WhatsApp, Rabu, 24 Januari 2024.
Pasal tersebut menyatakan presiden dan wakil presiden dapat diberhentikan jika terbukti telah melanggar hukum: pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela. Presiden dan wakil presiden juga dapat diberhentikan bila terbukti tak lagi memenuhi syarat.
Menurut Bivitri, perbuatan tercela sebagai syarat pemakzulan harus dilihat dalam konteks jabatan presiden. Ia mengatakan perbuatan tercela presiden tidak dinilai secara personal. Dia mengatakan keberpihakan presiden dan menteri dalam pemilu akan berdampak buruk kepada demokrasi. Menurut dia, keberpihakan presiden merupakan bahaya dari nepotisme yang selama ini digaungkan.
“Bagaimana mungkin presiden bakalan diam saja kalau anaknya memang nyalon juga,” ujar Bivitri.
Pilihan Editor: Akui Bolak-balik Diajak Kaesang untuk Kampanye, Jokowi Bilang Begini