Berdasarkan penelusuran tim penyidik KPK, keenam tersangka itu malah sepakat menunjuk PT PTP milik Richard Cahyanto untuk mendistribusikan beras tersebut, bukan PT DIB yang awalnya diajukan. Padahal, menurut Alex, PT PTP belum memiliki dokumen legalitas yang jelas.
“Dalam penyusunan kontrak konsultan pendamping antara PT BGR dengan PT PTP tidak dilakukan kajian dan perhitungan yang jelas dan sepenuhnya ditentukan secara sepihak oleh MKW ditambah dengan tanggal kontrak juga disepaktai untuk dibuat mundur/ Backdate” Jelas Alex Marwata.
Ivo, Roni dan Richard kemudian membuat satu konsorsium sebagai formalitas dan tidak pernah sama sekali melakukan kegiatan pendistribusian beras. Alex menyatakan PT PTP menagih uang muka dan termin meski tak melakukan pendistribusian. Nilainya sebesar Rp 151 miliar dan dibayarkan PT BGR ke rekening bank atas nama PT PTP.
“Terdapat rekayasa beberapa dokumen lelang dari PT PTP dengan kembali mencantumkan backdate (tanggal mundur),” lanjut Alex.
Menurut penelusuran KPK, PT PTP menarik dana sebesar Rp 125 miliar dari PT BGR pada periode bulan Oktober 2020 sampai Januari 2021. Alexander menyatakan dana itu digunakan untuk kegiatan yang tak ada hubungannya dengan distribusi bansos dari Kemensos. KPK pun menilai negara dirugikan hingga Rp 127,5 miliar dalam kasus korupsi bansos ini.