INFO NASIONAL – Penelitian baru tentang Bisphenol A (BPA) — yang menemukan bahwa sifat estrogenik BPA sangat kuat—ini memicu perdebatan sengit tentang keamanan “pengganggu endokrin” (endocrine disruptors). Pada saat yang sama, Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat (US EPA) masih berupaya membuat program pengujian untuk senyawa-senyawa semacam itu.
Berdasarkan tulisan Sarah A. Vogel, “The Politics of Plastics: The Making and Unmaking of Bisphenol A “Safety”, American Journal of Public Health 99, no. S3. Pada 1996, Kongres mengesahkan Undang-Undang Perlindungan Kualitas Pangan. Undang-Undang baru ini memberi perintah kepada EPA untuk membuat program pengujian bagi senyawa “pengganggu endokrin”. Tantangan yang dihadapi oleh EPA adalah bagaimana mencapai kesepakatan di antara sejumlah pemangku kepentingan, termasuk perwakilan industri dan organisasi lingkungan nonpemerintah, terkait program pengujian tersebut.
Jika dicapai, kesepakatan itu berarti menyetujui definisi “pengganggu endokrin” serta efek kesehatannya yang merugikan—misalnya, apakah perubahan ukuran prostat merupakan efek buruk; apakah terikat kepada reseptor estrogen menjadikan bahan kimia (termasuk BPA) sebagai “pengganggu endokrin”; haruskah EPA mengubah protokol pengujian untuk memasukkan dosis rendah dan paparan selama perkembangan janin dan bayi baru lahir; atau apakah tes toksisitas dosis tinggi relevan untuk mengevaluasi risiko “pengganggu endokrin”? Semua ini menjadi topik kontroversial, khususnya isu soal pengujian pada dosis yang sangat rendah.
Pada 2000, EPA meminta NTP untuk meninjau ulang penelitian tentang efek senyawa estrogenik dosis rendah, termasuk DES dan BPA. Laporan NTP berjudul “Report of the Endocrine Disruptors Low Dose Peer Review”, yang dirilis pada 2001, menyimpulkan bahwa ada bukti yang kredibel tentang efek dari paparan BPA pada level atau di bawah level standar aman. Laporan ini memasukkan studi dari vom Saal dan sebuah temuan dari laboratorium lainnya. Laporan NTP juga menyertakan dua penelitian yang didanai industri kimia, yang menyimpulkan tidak adanya efek dari paparan BPA.
Dalam laporan tersebut, NTP juga menyerukan perubahan paradigma pengujian. Seruan ini pada hakikatnya mengakui konsensus yang berkembang bahwa bahan kimia “pengganggu endokrin” bisa saja tidak mengikuti hubungan dosis-respons yang monoton. Dengan terlalu menekankan pada hubungan dosis-respons monoton dalam merancang studi toksikologi, maka ada risiko gagal memahami atau menguji secara benar kontaminan yang tidak menunjukkan hubungan dosis-respons monoton atau ambang aman dosis.
Rekomendasi NTP untuk mempertimbangkan kembali paradigma pengujian dan kegagalannya untuk menyatakan bahwa BPA itu aman memicu peringatan bagi kelompok industri utama. Dalam sebuah surat kepada NTP pada 2001, Steven Hentges, Direktur Unit Bisnis Polikarbonat dari American Plastics Council (Dewan Plastik Amerika Serikat), menulis bahwa panel BPA di NTP “tidak menuntaskan penilaian berdasarkan bobot bukti, yang akan menyimpulkan bahwa efek dosis rendah dari BPA belumlah terbukti.” American Plastics Council kemudian menyewa Harvard Center for Risk Analysis—sebuah organisasi yang menerima dukungan finansial dari American Chemistry Council, Society of the Plastics Industry, Dow Chemical Company, Business Roundtable, Phillip Morris, dan General Electric—untuk melakukan sebuah tinjauan.
Laporan Harvard Center tentang BPA, yang diterbitkan pada 2004, menggunakan kerangka penilaian “bobot bukti” yang dikembangkan pada pertemuan 2001 dan disponsori oleh Annapolis Center for Science and Policy, sebuah organisasi yang didirikan oleh bekas Wakil Presiden National Association of Manufacturers dan didanai oleh raksasa tembakau Phillip Morris serta ExxonMobil Foundation. Kerangka ini menilai literatur yang diterbitkan tentang BPA dengan menggunakan tujuh kategori untuk mengevaluasi “relevansi” dan “keandalan” data.
Tinjauan Harvard Center, serta tinjauan yang dirilis pada 2006 oleh Gradient Corporation, sebuah perusahaan konsultan swasta yang berspesialisasi dalam penilaian risiko, menyimpulkan bahwa dua studi besar multigenerasi memberikan data yang paling relevan dan andal. Dua studi ini juga didanai oleh American Plastics Council dan Society of the Plastics Industry.
Kedua laporan tersebut mengutip alasan yang sama untuk menentukan “relevansi” dan “keandalan” dua studi tersebut: menggunakan sampel hewan dalam jumlah besar, menyertakan distribusi dosis yang luas, mengukur sejumlah titik akhir, dan mengikuti “praktik-praktik laboratorium yang baik”. Studi-studi ini, menurut kesimpulan laporan Harvard Center, “meragukan dugaan adanya gangguan fisik atau fungsi yang signifikan (dari paparan BPA pada dosis rendah).” Kesimpulan ini mengabaikan bukti tentang efek signifikan yang disajikan di dalam banyak studi dosis rendah BPA, terutama laporan mengenai hubungan nonlinear antara dosis dengan respons, terikatnya BPA kepada dua reseptor estrogen (α dan β, serta reseptor estrogen pada membran sel), ketidakpekaan jenis hewan pengerat tertentu terhadap estrogen (khususnya, yang digunakan dalam salah satu studi multigenerasi), dan pentingnya waktu paparan untuk menentukan titik akhir.
Pada 2005, setelah laporan Harvard Center dipublikasikan, vom Saal, bersama salah seorang bekas anggota panel Harvard, menerbitkan tanggapan terhadap laporan Harvard Center tersebut, dan secara terbuka mengkritiknya. Mereka berpendapat bahwa laporan Harvard Center gagal untuk meninjau sejumlah besar penelitian di bidang endokrinologi, biologi pertumbuhan, dan reseptor estrogen yang berkembang saat ini.
Yang paling mengkhawatirkan bagi mereka adalah efek nyata pendanaan industri terhadap penelitian BPA tersebut. Antara 1997 hingga 2005, terdapat 115 studi tentang efek BPA pada level aman atau di bawah level aman. Semua studi itu dilakukan oleh puluhan laboratorium di Amerika Serikat, Jepang, dan Eropa. Efek yang dilaporkan dari BPA termasuk perubahan prostat janin dan perkembangan kelenjar susu, gangguan penyelarasan kromosom dalam telur yang sedang berkembang pada perempuan, perubahan fungsi kekebalan tubuh, kelainan metabolisme, dan perubahan otak serta perilaku. Dari 115 studi ini, 90 persen yang didanai pemerintah melaporkan efek dari paparan BPA pada level dosis rujukan atau di bawahnya, sedangkan tidak satu pun dari 11 studi yang didanai oleh industri melaporkan efek apa pun. Bagaimanapun, untuk menjaga kehati-hatian, memilih minuman dari Galon BPA Free sebaiknya lebih diutamakan. (*)