Dia mengungkap sejumlah kegagalan pemenuhan janji tersebut. Nawacita yang pertama, kata dia, adalah menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya. Konsentrasi keduanya itu memperkuat KPK.
"Dalam tiga tahun terakhir ini kita saksikan secara nyata, secara terstruktur dan sistematis, pemerintahan Jokowi itu bekerja memperlemah KPK,” ujarnya.
Nawacita kedua adalah membangun Indonesia dari pinggiran, dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan. “Konsentrasi pemerintahan Jokowi hanya kepada penyaluran dana desa, tetapi proses desentralisasi terhadap kekuasaan dan sumber daya negara justru tidak dilakukan,” katanya.
Ia menjelaskan dalam Undang-Undang Cipta Kerja, desentralisasi kekuasaan dan pendelegasian kekuasaan presiden kepada pemerintah daerah diputar balik. “Kewenangan-kewenangan pemerintah daerah kembali ditarik kepada pemerintah pusat.”
Nawacita ketiga, memperteguh kebhinekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia. Dalam sembilan tahun pemerintahan Jokowi, kata Zenzi, sendi-sendi dan fondasi kebhinekaan, termasuk keragaman suku dan adat di Indonesia itu dihancurkan. Karena peradaban masyarakat adat di Indonesia itu dia melekat pada ekosistem alamnya.
"Justru di pemerintahan Jokowi ini, wilayah timur Indonesia, Papua, Sulawesi, termasuk Kalimantan itu dieksploitasi habis-habisan,” ujarnya. Ia menilai bahwa upaya kebhinekaan tidak dapat terjadi jika keragaman ekosistem dibuat seragam dengan adanya monokultur dan tambang.
Salah satu Nawacita yang paling digaris bawahi oleh Zenzi adalah Nawacita yang ketujuh, yaitu mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakan sektor-sektor strategis ekonomi domestik.
“Justru dalam periode pemerintahan Jokowi yang kedua, Indonesia sebagai bangsa agraris itu juga dihancurkan dengan orientasi pada impor,” ucapnya.
M JULNIS FIRMANSYAH | ALIFYA SALSABILA NOVANTI
Pilihan Editor: Koalisi Gemuk Prabowo Dinilai Persulit Penentuan Bacawapres, Sekjen Gerindra: Kemenangan Dipastikan