Adjie pun turut memaparkan tiga alasan turunnya elektabilitas Ganjar Pranowo tersebut. Pertama, menurut dia, Ganjar dianggap sebagai sosok yang bertanggung jawab atas gagalnya pergelaran Piala Dunia U-20 di Indonesia.
"Tiga alasan yang melemahkan dukungan Ganjar menurun. Pertama efek negatif batalnya Indonesia menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20," kata Adjie.
Ia menyebut dalam survei LSI sebanyak 80 persen masyarakat mengetahui Indonesia tuan rumah Piala Dunia U-20. Saat dinyatakan batal, jumlah masyarakat yang kecewa mencapai 72 persen. Dalam survei LSI, 14,4 persen masyarakat menyatakan Ganjar sebagai tokoh yang bertanggung jawab dari pembatalan itu.
Cap petugas partai lemahkan Ganjar
Faktor kedua, menurut Adjie, Ganjar dianggap bukan sosok yang memiliki kepemimpinan yang kuat. Status Ganjar yang dideklarasikan sebagai petugas partai membuat sosok Gubernur Jawa Tengah itu tidak kuat.
"Ini membuat Ganjar tidak kuat karena keputusan Ganjar harus meminta surat tugas ke Ketum Partai. Bahkan ada presespsi yang menyebut Ganjar boneka partai," kata Adjie.
Salah satu yang menguatkan cap petugas partai tersebut, saat Ganjar mengakui keputusannya menolak Timnas Israel ke Indonesia merupakan garis partai. Hal ini membuat masyarakat berpikir setiap keputusan Ganjar nantinya harus melalui persetujuan Megawati Soekarnoputri selaku Ketua Umum PDIP.
Ganjar dinilai buruk dalam menangani masalah kemiskinan di Jawa Tengah
Faktor ketiga, menurut Adjie, adalah karena Ganjar dinilai masyarakat di daerahnya, Provinsi Jawa Tengah, gagal menangani masalah kemiskinan.
"Ketiga buruknya kinerja Ganjar tangani kemiskinan. Ganjar dinilai gagal dalam menangani kemiskinan. Ini menurut data BPS, Jateng menjadi provinsi kedua termiskin di Indonesia. Bahkan rata-rata kemiskinan Jateng di atas rata-rata kemiskinan nasional," kata Adjie.
Padahal menurut Adjie, penanganan kemiskinan merupakan isu penting dan prioritas. Sehingga sebagai Gubernur Jawa Tengah dua periode, Ganjar Pranowo dianggap gagal menangani isu kemiskinan.