TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Hariyanto Suwarno membeberkan modus perekrutan WNI untuk dipaksa melakukan penipuan online di Myanmar dalam kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dengan korban 20 WNI.
Berdasarkan penelusuran SBMI, Hariyanto mengatakan para pelaku berinisial P dan A, yang merupakan perekrut, memakai pola yang sama sehingga diyakini mereka tergabung dalam sindikat perdagangan orang internasional. Ia mengatakan SBMI telah menelusuri kasus ini sejak 2015. Bahkan, Hariyanto mengatakan pihaknya pernah menggerebek tempat penampungan korban di Jakarta Barat pada 2019.
“Pola-polda yang dibangun di Myanmar ini ketika satu pulang ke Indonesia, kemudian minta ganti tiga atau lima. Artinya, dengan analisis itu saudara A dan P ini sudah lama sebagai spesialis online scam,” kata Hariyanto saat dihubungi, Jumat, 5 Mei 2023.
Hariyanto menjelaskan 20 korban berasal dari sejumlah wilayah di Indonesia. Modus pelaku mendekati korban melalui media sosial Facebook, kemudian ada yang kediamannya berdekatan dengan pelaku, hingga dikenalkan seseorang. Bahkan, kata Hariyanto, ada satu calon korban yang mengaku diberangkatkan oleh Lembaga Pelatihan Kerja (LPK).
“Nah ini dari LPK yang mana, ini informasi baru yang sedang kami dalami juga. Karena dia mau berangkat ke negara lain, kemudian ditawarkan untuk ke Thailand. Tapi kemudian masuk ke Myanmar dari LPK,” kata Hariyanto.
Ia mengatakan P dan A diyakini merupakan orang lapangan yang ditugaskan sindikat merekrut calon korban. Untuk menyamarkan aksinya, sindikat sengaja memberangkatkan korban dalam waktu berbeda dan jauh dari lokasi tempat tinggal korban.
“Polanya itu ketika berangkat ke sana kan tidak bareng-bareng, dua atau tiga orang. Kemudian bandaranya itu ada yang dari Jakarta, ada dari Bali. Kemudian tidak langsung ke Myanmar, harus ke Thailand dulu. Kemudian dari Thailand dibawa melalui jalur darat ke Myanmar,” kata Hariyanto.
Ia meyakini berdasarkan pola tersebut A dan P tidak mungkin kerja sendiri dan ada orang lain dengan pembagian tugas, mulai dari pembuatan dokumen hingga mengurus embarkasi. Pasalnya, kata Hariyanto, korban biasanya diterbangkan tidak dari bandara domisili.
“Karena tidak mungkin dia pindah penerbangan kembali kalau sudah dapat info dari Cengkareng. Kenapa mesti di Bali padahal orangnya Jawa Barat?” tuturnya.
Hariyanto mengatakan, berdasarkan informasi yang ditelusuri SBMI, sindikat ini mengejar WNI karena menargetkan penipuan terhadap orang-orang Indonesia. Sehingga mereka mencari orang yang bisa berbahasa Indonesia agar bisa bekerja menipu orang-orang Indonesia. Pasalnya, Hariyanto mengungkapkan sindikat menargetkan mereka untuk bekerja mencari nomor kontak orang-orang Indonesia.
“Teman-teman dijebak untuk masuk ke dalam penipuan online. Kemudian kemahiran mereka berbahasa Indonesia itu yang dimanfaatkan untuk bisa menipu orang-orang Indonesia,” tutur Hariyanto.
Ia menyebut pola sindikat yang berorientasi bisnis. Menurut dia, operasi sindikat ini tidak khusus spesifik dilakukan di Myanmar, akan tetapi bisa juga beroperasi di negara lain. Sebab ini sindikat, Ia pun memastikan ada aktor intelektual dalam sindikat ini dan berharap kepolisian bisa menangkapnya.
“Tinggal yang perlu dicari adalah ada tidak korban yang ditipu dari Indonesia, itu perlu kita cari,” kata dia.
Pilihan Editor: Ramai soal Penyekapan WNI di Myanmar, Migrant Care Catat Ada 200 Kasus Serupa di 2022