TEMPO.CO, Jakarta - Migrant Care menduga kasus penyekapan 20 warga negara Indonesia di Myanmar hanyalah sekelumit dari banyaknya kasus serupa yang terjadi kepada buruh migran dari Indonesia. Lembaga yang fokus memantau isu buruh migran itu menduga masih banyak kasus serupa, namun tidak muncul ke permukaan.
“Saya kira 20 orang ini baru yang mencuat, sementara yang tidak diketahui bisa lebih banyak,” kata Koordinator Bantuan Hukum Migrant Care, Nur Harsono saat dihubungi, Jumat, 5 Mei 2023.
Dugaan Nur Harsono tersebut diperkuat oleh data pendampingan hukum yang dilakukan oleh Migrant Care terhadap buruh migran yang diduga menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) selama 2022. Berdasarkan data Migrant Care, jumlah WNI yang diduga menjadi korban TPPO di sejumlah negara Asia Tenggara mencapai 216 orang.
Negara yang menjadi tujuan paling banyak kasus TPPO WNI adalah Kamboja dengan jumlah 194 orang. Di urutan kedua ada Laos dengan jumlah 6 WNI. Lalu, Myanmar 5 WNI dan Filipina 1 WNI. Kebanyakan para korban itu adalah laki-laki yakni berjumlah 190 orang dan perempuan 16 orang.
Data Migrant Care menyebutkan bahwa para WNI itu dipekerjakan di perusahaan penipuan online atau online scammer dan judi online. Data Migrant Care pada April hingga November 2022 menyebutkan ada 189 WNI yang dipekerjakan di perusahaan online scammer dan 17 orang yang dipekerjakan di perusahaan judi online.
Korban dari Sumatera Utara paling banyak
Sementara apabila merujuk pada data asal daerah para WNI yang menjadi korban tersebut, Sumatera Utara berada di nomor pertama dengan jumlah 108 korban, disusul Jawa Barat 23 korban, dan Jawa Tengah 18 korban. Wilayah lainnya yang menjadi asal korban adalah Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kepulauan Riau, Lampung, Banten, DKI Jakarta, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Bali, Aceh dan Bangka Belitung.
Migrant Care menyebut para WNI tersebut diduga menjadi korban TPPO karena dikibuli oleh pihak penyalur. Awalnya, para korban dijanjikan bekerja sebagai customer service dengan gaji yang menggiurkan. Namun, ketika sampai di negara tujuan, mereka justru dipekerjakan sebagai pelaku penipuan online dan judi online. Apabila tak mencapai target, para korban disebut akan mendapatkan hukuman berupa makian hingga siksaan fisik.
Migrant Care menyebut para WNI juga tak bisa keluar dari perusahaan tersebut karena dijerat hutang oleh pihak perusahaan. Untuk bisa keluar dari perusahaan tersebut, mereka diwajibkan membayar hutang dengan bunga tinggi. Upaya untuk membebaskan para korban juga sulit karena lokasi perusahaan yang kebanyakan berada di wilayah kekuasaan pemberontak.
4 WNI Dibebaskan
Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Sandi Nugroho mengatakan empat dari 20 WNI yang diduga menjadi korban TPPO di Myanmar segera dibebaskan. Saat ini, kata Sandi, KBRI Yangon bersama KBRI Bangkok sedang berada di wilayah Myawaddy, Myanmar, yang berbatasan dengan wilayah Thailand dengan jarak 11 KM.
"KBRI Yangon dan KBRI Bangkok saat ini menangani viralnya kasus 20 WNI korban TPPO di Myawaddy di Myanmar," kata Sandi dalam keterangan tertulisnya, Sabtu, 6 Mei 2023.
Sandi menuturkan, sesuai dengan hasil zoom meeting yang dilaksanakan bersama Direktorat Pelindungan Warga Negara Indonesia (PWNI) Kementerian Luar Negeri RI, KBRI Yangon, Bareskrim Polri, Baintelkam Polri, dan DIvhubinter Polri, didapatkan informasi terdapat empat orang yang akan dilepaskan oleh perusahaan. Mereka akan masuk ke wilayah Thailand, sedangkan satu orang menurut informasi tidak mau dipulangkan.
"Sedangkan untuk 15 orang WNI saat ini sedang dilakukan upaya negosiasi lanjutan untuk menurunkan biaya tebusan dengan pihak perusahaan," kata dia.
Nur Harsono berkata berulangnya kasus TPPO WNI ini disebabkan oleh lemahnya pengawasan dari pemerintah dalam hal pemberangkatan tenaga kerja di luar negeri. Kondisi itu, kata dia, diperparah dengan lemahnya penegakkan hukum terhadap pihak yang merekrut dan menyalurkan para WNI tersebut. “Ini yang saya kira berkontribusi pada berulangnya masalah ini,” kata dia.
Dia mengatakan pemerintah harus memperkuat pengawasan baik dari terhadap perusahaan perekrut WNI, hingga pengawasan yang dilakukan oleh imigrasi terhadap para WNI yang berangkat ke luar negeri. Pengawasan, kata dia, semakin penting mengingat perkembangan teknologi, di mana para perekrut menggunakan media sosial untuk merayu calon pekerja untuk berangkat ke luar negeri. “Ini semua banyak jejaring yang berkontribusi pada lemahnya pengawasan,” kata dia.
Pilihan Editor: 4 WNI Korban TPPO yang Disekap di Myanmar Akan Dilepaskan