Saat bertemu para eksil di luar negeri, Abdul Haris mengatakan mereka telah mendengar tawaran tersebut. Namun, dia mengatakan para eksil bimbang dengan tawaran pemerintah untuk menjadi warga negara Indonesia lagi. Kebimbangan itu muncul salah satunya soal kepastian mereka mendapatkan tunjangan ekonomi atau tidak.
“Usia mereka tidak mungkin lagi untuk bekerja,” kata Abdul Haris.
Karena kekhawatiran tersebut, dia mengatakan para eksil mengharapkan kemudahan berkunjung ke Indonesia, kendati saat ini mereka menjadi warga negara asing. Selain itu, kata dia, para eksil berharap bahwa tawaran menjadi WNI juga diberikan kepada anak dan cucu mereka.
“Banyak keturunan mereka yang mungkin ingin mengabdikan diri ke Indonesia, mereka minta difasilitasi,” kata dia.
Pemerintah diminta ajukan permohonan maaf
Dia menuturkan para korban tragedi 1965 itu sebenarnya menuntut pemerintah melakukan pengungkapan kebenaran mengenai apa yang sebenarnya terjadi pada peristiwa tersebut. Sebagian eksil lainnya, menurut Abdul Haris, juga meminta pemerintah untuk meminta maaf.
Tuntutan lain yang disampaikan para korban, kata Abdul Haris ialah mengenai problem hukum dan ekonomi yang mereka hadapi ketika tidak bisa pulang ke Indonesia. Menurut dia, banyak eksil yang kehilangan properti baik tanah maupun rumah karena diserobot oleh orang lain. Para eksil, kata dia, berharap pemerintah bisa memulihkan hak-hak mereka tersebut.
“Mereka mengharapkan itu semua bisa diselesaikan,” kata dia.
Direktur Jenderal HAM Kemenkumham Dhahana Putra mengatakan pemberian opsi tentang kewarganegaraan baru langkah awal yang akan dilakukan pemerintah dalam upaya pemulihan hak para eksil. Menurut dia, pemerintah akan melakukan kajian lebih lanjut untuk menentukan hak-hak para korban yang mesti dipulihkan.
“Masih akan ada kajian lainnya,” kata dia.