Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Memperkuat Aspek Ketatanegaraan dan Urgensi Utusan Golongan di MPR

image-gnews
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo.
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo.
Iklan

INFO NASIONAL - Keterwakilan dan partisipasi semua elemen rakyat dalam mekanisme dan proses permusyawaratan pada lembaga tertinggi negara adalah keniscayaan, berpijak pada fakta kodrat kebhinekaan negara-bangsa. Karena kodrat kebhinekaan itulah, Utusan Golongan pada lembaga Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) pun menjadi keniscayaan. Utusan Golongan dalam struktur MPR menjadi perekat kesatuan dan persatuan yang menjaga dan merawat eksistensi NKRI.

Ketika negara-bangsa dewasa ini terus menghadapi berbagai tantangan dan ancaman ideologi yang coba menggoyahkan fondasi keutuhan NKRI dan Pancasila, gagasan atau pemikiran tentang urgensi penguatan aspek ketatanegaraan menjadi sangat jelas relevansinya.

Bahkan, jika mengacu pada tantangan dan ancaman era terkini, agenda penguatan aspek ketatanegaraan yang dirasakan cukup mendesak adalah mengembalikan kedudukan MPR sebagai lembaga tertinggi negara dengan menghadirkan lagi unsur Utusan Golongan di dalamnya.

Sebagai lembaga tinggi negara yang berwenang mengubah UUD Negara 1945, mengangkat dan memberhentikan presiden/wakil presiden sangat relevan jika MPR kembali diberi amanat melaksanakan kedaulatan rakyat sepenuhnya seturut UUD 1945.

Atas nama kedaulatan rakyat pula, MPR pun kembali berwenang menerbitkan Ketetapan (Tap) MPR yang mengikat (regeling). Terutama kebutuhan akan Tap MPR untuk merespons dan menangani krisis politik atau krisis konstitusi. Kebutuhan akan Tap MPR yang solutif dan efektif, dengan demikian, memenuhi hierarki perundang-undangan sebagaimana sudah ditetapkan dalam Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011; yakni UUD, ketetapan MPR, Undang Undang, Perpu Peraturan Pemerintah hingga Peraturan Daerah (Perda).

Unsur Utusan Golongan di MPR tak hanya merefleksikan kebhinekaan negara-bangsa, tetapi sekaligus menjadi penjelasan kepada rakyat tentang terserapnya aspirasi semua golongan dan terpenuhinya kesepakatan semua elemen bangsa yang berdaulat atas setiap Tap MPR yang mengikat itu.

Artinya, setiap Tap MPR yang diterbitkan dan berlaku mengikat itu tidak dilandasi kepentingan kelompok, golongan atau kekuatan politik tertentu, melainkan semata-mata untuk dan atas nama kemaslahatan bangsa; terjaganya persatuan dan kesatuan, kokohnya NKRI dan tangguhnya ketahanan nasional. Dengan begitu, unsur Utusan Golongan sejatinya memberi bobot tambahan pada aspek ketahanan nasional.

Ragam tantangan negara-bangsa dewasa ini sudah menjadi fakta tak terbantahkan, baik yang bersumber dari luar maupun dari dalam negeri. Termasuk tentu saja tantangan dan ancaman terhadap ideologi bangsa, yang selalu saja berpotensi mengganggu ketahanan nasional, menggoyahkan keutuhan NKRI, serta merusak persatuan dan kesatuan bangsa.

Ketika sekelompok warga negara menolak falsafah Pancasila serta menolak menghormati bendera Merah-Putih, itu adalah wujud ancaman ideologi yang dibangun melalui proses panjang indoktrinasi pemikiran. Dibawa dari luar, indoktrinasi pemikiran seperti itu kemudian disosialisasikan dengan gencar dan berkesinambungan di berbagai forum pertemuan kelompok-kelompok warga.

Mereka yang menelan mentah-mentah indoktrinasi itu lalu membangun kekuatan untuk melawan negara-bangsanya sendiri. Indonesia masih dan sedang mengalami kecenderungan itu. Salah satu indikatornya adalah fakta tentang aktivitas aparat negara memerangi kelompok kekuatan bersenjata dan penangkapan terhadap para terduga teroris.

Selain itu, keberhasilan indoktrinasi ideologi asing itu pun telah ikut mengubah cara pandang dan perilaku sebagian masyarakat. Hari-hari ini, misalnya, generasi kakek-nenek dan sebagian generasi orang tua melihat dan merasakan bahwa tatanan sosial dalam masyarakat telah berubah dengan cukup ekstrim, karena tidak lagi berpijak pada norma-norma kultural atau budaya serta kearifan lokal di setiap daerah. Perbedaan, yang di masa lalu merefleksikan keindahan, kekuatan dan kekayaan, sekarang justru sering dijadikan sumber masalah yang menyulut maraknya ujaran kebencian.

Sebagaimana dipahami dan sering dilihat bersama, mayoritas golongan dalam masyarakat Indonesia sudah lama terusik dengan ancaman radikalisme yang sudah berhasil menyusup ke dalam birokrasi negara. Muncul juga kekecewaan mendalam melihat kuatnya kecenderungan menyerap budaya asing yang bertujuan mengeliminasi budaya dan kearifan lokal. Mayoritas golongan dalam masyarakat pun tidak nyaman dengan menguatnya politik identitas yang nyata-nyata telah mencabik-cabik budaya rukun.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Ragam tantangan dan ancaman itu, termasuk korupsi yang semakin merajalela, berpotensi menjadi benih bagi tumbuhnya krisis politik dan krisis konstitusi di kemudian hari. Patut disyukuri karena hingga saat ini, mayoritas golongan dalam masyarakat masih bijak, dan mau memberi toleransi atas ragam ancaman yang berpotensi melemahkan pondasi keutuhan NKRI itu. Masyarakat pun tetap bersabar setiap kali menyimak berita tentang maraknya korupsi. Sesekali mengungkap kejengkelan, masyarakat hanya bisa menyuarakan ancaman tidak akan bayar pajak lagi. Namun, siapa yang bisa mengukur atau menghitung durasi kesabaran masyarakat itu?

Untuk memampukan negara-bangsa mengantisipasi potensi krisis itulah diperlukan penguatan pada aspek ketatanegaraan, dengan mengembalikan kedudukan MPR sebagai lembaga tertinggi negara, serta menghadirkan kembali unsur Utusan Golongan di dalamnya. 

Menghadirkan kembali Utusan Golongan yang Merah-Putih dan Pancasilais di MPR memang patut dikaitkan dengan tantangan negara-bangsa, kini dan di masa depan. Sebab, pada akhirnya akan diperlukan kesepakatan semua elemen rakyat pada unsur Utusan Golongan untuk merespons tantangan dan ancaman itu, yang kesepakatannya kemudian dituangkan dalam Tap MPR.

Sebelumnya, Utusan Golongan di MPR dihapus melalui amandemen UUD 1945. Ada tiga pertimbangan yang melatarbelakangi penghapusan utusan golongan. Pertama, pandangan bahwa pelaksanaan demokrasi langsung yang dimanifestasikan dalam pemilihan secara langsung dinilai lebih demokratis, sehingga utusan golongan melalui penunjukan dianggap tidak sesuai.

Kedua, pandangan perlunya penyederhanaan sistem perwakilan, yakni hanya ada satu badan perwakilan tingkat pusat yang mewakili dua unsur representasi, yaitu representasi politik (DPR) dan representasi daerah (DPD), sedangkan representasi golongan dapat diwakili dan disalurkan melalui lembaga perwakilan yang sudah ada, khususnya DPD.

Ketiga, dalam praktiknya, penunjukan utusan golongan oleh presiden dinilai cenderung mewakili kepentingan pemerintah yang mengangkatnya, dan bukan kepentingan rakyat atau golongan yang diwakilinya.

Tentu saja tiga pertimbangan itu bisa diterima. Namun, zaman berubah dan tantangan negara-bangsa pun berubah. Ketika Utusan Golongan dihapus dari MPR, Indonesia belum menghadapi fakta persoalan tentang radikalisme dan rongrongan terhadap Pancasila dan terhadap keutuhan NKRI. Semuanya waktu itu hanyut dalam euphoria demokrasi. Namun, hari-hari ini, ancaman ideologi itu nyata, dan setiap saat bisa menjerumuskan negara-bangsa ke situasi krisis.

Dalam konteks Indonesia, praktik kehidupan demokrasi dijiwai oleh sila keempat Pancasila, yang mengamanatkan penegakan kedaulatan rakyat serta melembagakannya dalam mekanisme permusyawaratan/perwakilan. Mengejawantahkan kedaulatan rakyat dalam lembaga perwakilan idealnya dimanifestasikan melalui beberapa jalur representasi. Misalnya, melalui representasi politik yang sudah terwadahi dalam DPR RI, representasi kedaerahan yang sudah terwadahi dalam DPD RI, serta representasi golongan atau kelompok fungsional yang bisa terwadahi dalam Utusan Golongan.

Jangan lupa bahwa eksistensi Utusan Golongan dalam lembaga perwakilan sejatinya merupakan amanat yang diwariskan sejak cita-cita awal kemerdekaan, demi mengakomodasi karakteristik rakyat Indonesia yang sangat plural dan heterogen. Bahkan, dalam konteks kekinian, eksistensi Utusan Golongan dapat dipandang sebagai ikhtiar memenuhi keadilan peran politik secara menyeluruh, sekaligus menjadi penyeimbang peran dari keterwakilan politik yang dipegang DPR dan keterwakilan daerah di tangan DPD. (*)

  

Bambang Soesatyo | Ketua MPR RI/Ketua Dewan Pembina Perkumpulan Alumni Doktor Ilmu Hukum UNPAD/Dosen Tetap Fakultas Hukum, Ilmu Sosial & Ilmu Politik (FHISIP) Universitas Terbuka dan Universitas Perwira Purbalingga (UNPERBA)

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan

Kunjungi Expo Dekranasda, Iriana Joko Widodo Belanja di UMKM Mitra Binaan Pertamina

1 jam lalu

Kunjungi Expo Dekranasda, Iriana Joko Widodo Belanja di UMKM Mitra Binaan Pertamina

Iriana tampak singgah ke stan UMKM mitra binaan Pertamina lalu membeli batik dan gelang.


Pertamina Siap Layani Avtur Penerbangan Haji 2024

1 jam lalu

Pertamina Siap Layani Avtur Penerbangan Haji 2024

PT Pertamina Patra Niaga menjamin ketersediaan Avtur untuk melayani kebutuhan penerbangan haji.


Livin' by Mandiri Kini Layani Pembelian Nomor Spesial Telkomsel

2 jam lalu

Livin' by Mandiri Kini Layani Pembelian Nomor Spesial Telkomsel

Bank Mandiri berkolaborasi dengan Telkomsel menghadirkan promo diskon menarik hingga Rp290 ribu dan bonus kuota 20GB, untuk memeriahkan perayaan Hari Ulang Tahun Telkomsel ke-29.


Mensos Risma Optimalkan RAPI untuk Penanganan Bencana

2 jam lalu

Mensos Risma Optimalkan RAPI untuk Penanganan Bencana

Langkah terbaru Mensos Risma, dengan memanfaatkan jaringan Radio Amatir Penduduk Indonesia (RAPI) sebagai sarana vital untuk komunikasi darurat di wilayah terdampak bencana.


Airin Rachmi Keliling Banten untuk Serap Aspirasi Masyarakat

3 jam lalu

Airin Rachmi Keliling Banten untuk Serap Aspirasi Masyarakat

Kata Airin Rachmi, aspirasi masyarakat akan menjadi catatan penting dalam memproyeksikan visi misi maupun program yang akan dilakukan ketika diberi amanah menjadi Gubernur Banten.


Pemprov Kaltim Sigap Respon Bencana Banjir Mahulu

3 jam lalu

Pemprov Kaltim Sigap Respon Bencana Banjir Mahulu

Curah hujan yang tinggi membuat Sungai Mahakam menuap. Akibatnya, lima kecamatan di Kabupaten Mahakam Ulu (Mahulu), Kalimantan Timur (Kaltim) terendam banjir.


Bamsoet Apresiasi Penambahan Kuota Haji 2024 dari Saudi

4 jam lalu

Bamsoet Apresiasi Penambahan Kuota Haji 2024 dari Saudi

Bamsoet mengapresiasi penambahan kuota haji sebesar 20 ribu orang pada tahun 2024, sehingga total kuota Jemaah Haji Indonesia menjadi 241.000 orang.


Pegadaian Peduli Transformasi Sekolah di Bengkulu

4 jam lalu

Pegadaian Peduli Transformasi Sekolah di Bengkulu

Program ini menjadi bukti komitmen PT Pegadaian dalam upaya penerapan TPB/SDGs empat tentang Pendidikan Berkualitas melalui pengembangan kapasitas guru dan manajemen Sekolah.


Pastikan Pekerja Terlindungi BPJS Ketenagakerjaan, Pj Gubernur Aceh Terbitkan Qanun

4 jam lalu

Pastikan Pekerja Terlindungi BPJS Ketenagakerjaan, Pj Gubernur Aceh Terbitkan Qanun

Pj Gubernur Aceh, Bustami Hamzah, mendukung penyelenggaraan jaminan sosial ketenagakerjaan bagi seluruh pekerja di wilayah Pemerintah Aceh, dengan menerbitkan Qanun Aceh Nomor 1 Tahun 2024 tentang Ketenagakerjaan.


BRI Peduli Salurkan Bantuan Bencana Bagi Warga Terdampak Banjir di Sumatera Barat

4 jam lalu

BRI Peduli Salurkan Bantuan Bencana Bagi Warga Terdampak Banjir di Sumatera Barat

Bencana banjir lahar dingin yang melanda enam kabupaten dan kota di Sumatera Barat (Sumbar) tidak hanya menimbulkan kerugian material yang signifikan, tetapi juga membawa duka mendalam dengan adanya korban jiwa.