TEMPO.CO, Jakarta - Koordinator Komite Pemilih Indonesia, Jeirry Sumampow mengatakan bahwa putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu atau DKPP RI soal gugatan manipulasi verifikasi faktual parpol dan dugaan pelecehan seksual oleh Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari terhadap Ketua Umum Partai Republik Satu Hasnaeni atau 'Wanita Emas', ada keanehan dan logika etis yang tak lurus.
"Putusan itu juga tak konsisten dengan banyak putusan dalam kasus serupa di masa lalu," ujarnya.
Jeirry menilai dengan putusan itu, membuat DKPP tidak kompeten lagi untuk dipercaya sebagai lembaga penegak kehormatan Penyelenggara Pemilu.
"Dalam putusan ini terlihat DKPP RI malah menjadi pembela pelaku kejahatan etis di dalam tubuh penyelenggara pemilu," ucapnya.
Hal tersebut kata Jeirry dapat dilihat dari fakta-fakta yang tersaji dan dibacakan oleh DKPP dalam putusannya. "Kejahatan etis dalam dua kasus itu muncul sangat kuat, namun sanksi yang diberikan tak konsisten logikanya," ujar dia.
Contohnya kata Jeirry, dalam kasus verifikasi faktual parpol, putusan berat dan pemberhentian hanya berlaku pada jajaran sekretariat. Padahal menurut Jeirry, mereka justru hanya menjalankan perintah para komisionernya.
"Karena itu, dengan putusan seperti ini, DKPP sudah menggadaikan wibawa dan kehormatannya sampai titik terendah," ujar dia.
Sedangkan menurut Jeirry, putusan DKPP atas Ketua KPU RI memiliki tiga dampak serius pada proses yang sedang berjalan. Pertama, putusan ini akan membuat publik kehilangan kepercayaan kepada penyelenggara pemilu.
Kemudian, kedua kata Jeirry, publik juga tak akan percaya bahwa Pemilu 2024 akan berlangsung secara jujur dan adil.
Terakhir kata Jeirry, pudarnya kepercayaan publik terhadap DKPP sebagai lembaga penegak kehormatan Penyelenggara Pemilu. Bahkan Jeirry menduga publik akan sangsi terhadap putusan DKPP.
"Ke depan publik tak bisa berharap lagi bahwa putusan DKPP akan memperbaiki kinerja penyelenggaraan pemilu," ucapnya.
Selanjutnya putusan DKPP...