TEMPO.CO, Jakarta - Direkur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR), Ujang Komarudin menilai ada efek psikologis terhadap usulan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri agar nomor urut partai di Pemilu 2024 sama dengan pemilu sebelumnya. Kata Ujang, masyarakat akan mengingat nomor urut lama yang dikampanyekan pada tahun 2019 bila disamakan di 2024.
"Saya melihat efek sikologis terhadap pemilih itu sangat besar ketika nomor urutnya masih sama dengan 2019 yang lalu", kata Ujang pada Selasa, 20 September 2022.
Ujang menjelaskan, masyarakat mengingat peserta pemilu dari nomor yang dimiliki, meski partai atau caleg tersebut sudah tak lagi menggunakan nomer itu. Ujang menyebut Partai Golkar saat pemilu di era Orde Baru selalu menggunakan nomor urut 2.
"Dulu ketika zaman Orde Baru ya, awal-awal reformasi. Golkar itu selalu nomor 2. Nah jadi masyarakat saat pemilu itu, di kampung-kampung (bilang) "Saya nomor 2", walaupun nomornya sudah berganti, sudah berubah kalau nomor 2 itu partai yang lain," tuturnya.
Lebih lanjut, Ujang mengatakan nomor urut awal lebih cenderung dipilih dari berbagai golongan. Baik itu golongan swinging voters, golongan tua, atau bahkan golongan milenial. Berdasarkan pengalamannya, Ujang menjelaskan, saat menjadi tim sukses yang memperkenalkan nomor urut partai dan caleg, banyak masyarakat yang saat itu memilih nomor urut awal.
"Yang banyak terpilih di kita itu nomor urut nomor 1, bahkan nomor 2 untuk konteks caleg. Tetapi sama juga terkait dengan partai politik, masyarakat itu baik swinging voters, generasi tua, generasi muda itu lebih cenderung mencoblos yang mudah saja. Yang nomornya gampang dicoblos, nomor 1, nomor 2", kata dia.
"Karena kan kita tau ketika kita membuka kertas suara jumlahnya banyak itu, ada lima ya. Nah ketika itu kan bingung, pusing, maka yang dipilih oleh masyarakat yang nomor urut atas. Nomor 1 atau 2 lah kira-kira seperti itu", dia melanjutkan.
Sebelumnya Megawati mengajukan usulan kepada KPU untuk tidak mengubah nomor urut dengan alasan penghematan anggaran partai. Namun, menurut Ujang, dari sudut pandang psikologis pemilih, hal ini memiliki peluang menguntungkan partai lama. Menurut Ujang, nomor urut sebaiknya dikocok ulang demi keadilan partai lama dan partai baru.
GADIS OKTAVIANI
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.