INFO NASIONAL – Jumlah nelayan yang tercatat sebanyak 2,2 juta jiwa merupakan potensi yang sangat besar untuk diberdayakan dalam mendukung pencegahan pencemaran akibat masuknya sampah di perairan laut Indonesia. Hal itu dikarenakan, pada lokasi dan waktu yang berbeda di desa-desa pesisir di Indonesia, sering mengalami musim barat atau musim paceklik maupun fenomena alam lainnya, yang menyebabkan dalam satu tahun terdapat periode dimana nelayan berhenti melaut, dan tidak dapat menangkap ikan selama lebih kurang satu bulan.
“Kehilangan sebagian pendapatan nelayan akibat satu bulan tidak melaut dapat dipenuhi dari upah memungut, membersihkan dan mengumpulkan sampah di laut dengan menggunakan karung-karung atau kantong ramah lingkungan,” kata Rido Miduk Sugandi Batubara, Ahli Madya Pengelola Ekosistem Laut dan Pesisir (PELP), dan Hery Gunawan Daulay, Koordinator Restorasi, Ditjen Pengelolaan Ruang Laut, Kementrian Kelautan dan Perikanan.
Menurut mereka, hasil pungutan sampah di laut dapat disetarakan dengan harga rata-rata ikan per kilogram pada harga terendah di desa-desa pesisir, dan dibayarkan dalam bentuk upah/gaji (rupiah) maupun barang (diantaranya BBM, pulsa, perahu dan peralatan pengumpul sampah). Semakin banyak target jumlah desa pesisir, maka volume sampah yang diangkut semakin besar.
Jumlah desa pesisir yang menjadi sasaran pengambilan sampah dipilih berdasarkan jumlah nelayan di provinsi, dan data timbulan sampah berdasarkan sistem informasi pengelolaan sampah nasional (SIPSN) maupun zona penangkapan ikan terukur di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI), diantaranya Laut Bali, Laut Banda dan Teluk Tolo, serta Selat Karimata.
Untuk mendapatkan informasi indikasi lokasi timbulan sampah di laut, pemerintah dapat juga bekerjasama dengan badan informasi geospasial (BIG) memanfaatkan teknologi citra beresolusi tinggi, dan diperifikasi melalui ground check lapangan, selanjutnya disebarluaskan secara on line ke desa-desa pesisir kab/kota yang menjadi target.
Sampah laut yang telah dikumpulkan oleh nelayan, diangkut dan didaratkan pada desa pesisir pantai sesuai lokasi yang telah ditentukan, kemudian dibawa ke tempat pembuangan akhir (TPA) sesuai koordinasi dengan muspida setempat (kades, lurah dan camat).
Pembiayaan pelaksanaan kegiatan BCL dan penyediaan biaya berupa upah/gaji atau barang dapat melalui APBN, Tugas Pembantuan (TP) kab/kota, dekonsentrasi, dan dana alokasi khusus (DAK) maupun mengakses sumber pembiayaan lainnya, diantaranya CSR dari BUMN, perbankan, pelaku usaha/swasta, serta LSM/NGO, yang diatur dalam regulasi (perpres, permen)
Proses selanjutnya membutuhkan peran aksi seluruh stakeholder untuk menghasilkan sirkular ekonomi sejak dari pengumpulan sampah laut, pemilahan, inovasi teknologi, daur ulang produk, hingga pemanfaatan produk daur ulang.
Rangkaian akhir proses ini masih membutuhkan komitmen pemerintah beserta stakeholder untuk mengawal aksi paska pelaksanaan Bulan Cinta Laut dengan menginisiasi gerakan peningkatan kesadaran masyarakat, pengendalian dan pengelolaan sampah, serta mengkoordinasikan pengawasan dan penguatan kelembagaan.
“Memberdayakan nelayan untuk mengurangi pencemaran laut melalui pengumpulan sampah di laut merupakan langkah inovatif, kreatif dan memiliki pandangan jauh kedepan dalam menjaga kesehatan laut, sekaligus meningkatkan tambahan pendapatan rumah tangga nelayan yang tidak dapat melaut akibat musim barat atau paceklik,” ujar mereka.
Sementara itu, menurut mereka, Indonesia dapat mengurangi sampah di laut hingga 70 persen tahun 2025, sekaligus menambah pendapatan 2,2 juta jiwa keluarga nelayan yang diberdayakan untuk mengumpulkan dan mengangkut sampah, khususnya sampah plastik dari laut.
Pendekatan budaya bersih merupakan salah satu upaya efektif merubah habit membuang sampah secara sembarangan, dan mencegah masuknya sampah ke laut yang dilakukan wisatawan, masyarakat pesisir, maupun industri.
Para wisatawan diwajibkan membawa kembali barang-barang konsumsi dalam kemasan yang dibawa saat berwisata, untuk dibuang ketempat sampah yang terdapat di kapal wisata atau lokasi pulau kunjungan wisatawan.
Disamping itu, pemerintah perlu meningkatkan kampanye pengurangan sampah laut, maupun iklan layanan masyarakat pada media cetak dan elektronik, untuk mengajak wisatawan, masyarakat pesisir serta industri, agar turut menjaga perairan laut tetap bersih dan sehat.
Bagi wisatawan yang membawa kembali kemasan makanan atau minuman yang dimasukkan dalam kantong ramah lingkungan kedaratan, dapat diberikan souvenir sebagai tanda apresiasi, telah ikut mengurangi pencemaran di perairan laut.