TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Presiden sekaligus pendiri Yayasan Aksi Cepat Tanggap atau ACT Ahyudin kembali menyambangi Gedung Bareskrim Polri bersama kuasa hukumnya, Teuku Pupun Zulkifli usai ditetapkan tersangka pada Senin, 25 Juli 2022.
"Iya, kan sekarang status saya sudah naik dari saksi menjadi tersangka, makanya dapat panggilan jam 13.30 menghadap lagi penyidik di Bareskrim," kata Ahyudin kepada wartawan, Jumat, 29 Juli 2022.
Menanggapi statusnya sekarang, Ahyudin hanya berpasrah. "Kita ikuti proses hukum ini," katanya.
Selain itu, ia menyampaikan bahwa dirinya belum mendapat penjelasan detail dari penyidik terkait statusnya sebagai tersangka. "Belum disampaikan, makanya baru akan diikuti siang hari ini," ujarnya.
Dia menegaskan bahwa dirinya hanya mengikuti proses hukum. "Sebagai warga negara, saya sebelumnya sembilan kali datang sebagai saksi, maka sebagai tersangka pun insyaallah, saya akan ikuti semua proses hukum ini dengan sebaik-baiknya dengan penuh kooperatif," ujarnya.
Ahyudin berharap proses hukum yang dijalaninya berakhir dengan kebaikan. "Moga-moga proses ini semuanya, akhirnya adalah kebaikan dan perbaikan," ucapnya.
Begitu pula dengan kemungkinan penahanan, Ahyudin menyerahkannya kepada penyidik. "Sepenuhnya hak penyidik. Kami akan hargai," katanya.
Ketika ditanya praperadilan, Ahyudin belum bisa menyampaikan karena pihaknya akan mengikuti proses hukum. "Kita ikuti dulu," ujarnya.
Sebelumnya, Divisi Humas Mabes Polri menyampaikan bahwa pada 22-23 Juli 2022 telah dilaksanakan kegiatan penggeledahan oleh personel Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri di kantor Yayasan Aksi Cepat Tanggap atau ACT di Gedung Menara 165, Gudang Wakaf Distribusi Centre (WDC), Global Wakaf Korporat, Kabupaten Bogor.
Ahyudin merupakan Ketua Pembina pada 2019-2022, serta sebagai pengendali Yayasan ACT dan badan hukum terafiliasi dengan Yayasan ACT. "Mens rea adalah mendirikan Yayasan ACT untuk menghimpun dana melalui berbagai bentuk donasi," ujar Ramadhan.
Bersamaan dengan pendiri yayasan, kata dia, pembina, pengawas, dan pengurus telah mendirikan sekaligus duduk dalam direksi dan komisaris agar dapat memperoleh gaji, serta fasilitas lainnya. Pada 2015, keempat petinggi tersebut membuat SKB pembina dan pengawas Yayasan ACT perihal pemotongan donasi 20 sampai 23 persen.
Pada 2020 mereka membuat kesepakatan Dewan Syariah ACT tentang pemotongan dana operasional 30 persen dari dana donasi. Kemudian, menggerakan Yayasan ACT untuk mengikuti program dana bantuan Boeing atau BCIF (Boeing Community Investment Fund) terhadap ahli waris korban Lion Air JT-610.
"Actus reus memperoleh gaji serta fasilitas lainnya bersama dengan pendiri yayasan, pembina, pengawas dengan duduk dalam direksi dan Komisaris di badan hukum yang terafiliasi dengan yayasan ACT," ujarnya.
Baca juga: Bareskrim Akan Periksa Lagi 4 Tersangka Kasus ACT Besok
MUTIA YUANTISYA