TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) gagal menangkap mantan Bupati Tanah Bumbu Mardani H Maming. Penangkapan itu, awalnya ingin dilakukan saat KPK menggeledah salah satu apartemen di Jakarta, hari ini.
“Dari kegiatan penggeledahan di salah satu apartemen di Jakarta info yang kami terima, tim KPK belum menemukan tersangka di tempat dimaksud,” kata pelaksana tugas juru bicara KPK Ali Fikri, Senin, 25 Juli 2022.
Ali mengingatkan KPK bisa melakukan jemput paksa terhadap tersangka yang tidak kooperatif. Dia mengatakan KPK juga bisa secara bertahap menerbitkan Daftar Pencarian Orang terhadap tersangka tersebut. “Penerbitan itu nantinya kami publikasikan secara terbuka kepada khalayak,” kata dia.
Ali mengatakan ketika berstatus buronan, maka seluruh masyarakat yang tahu keberadaan tersangka bisa menangkapnya. Masyarakat juga dapat menginformasikan langsung kepada KPK atau aparat hukum lainnya.
Ali mengatakan pemeriksaan ini dibutuhkan oleh Mardani. Dengan pemeriksaan, kata dia, Mardani bisa mendapatkan kepastian hukum.
“KPK mempersilakan tersangka untuk menyampaikan hak hukumnya di depan Tim Penyidik sehingga penanganan perkara ini dapat bisa segera diselesaikan,” kata dia.
Ali juga memperingatkan kepada siapapun untuk menyembunyikan politikus PDIP itu. Dia mengatakan mereka yang menghalangi penyidikan bisa dijerat dengan pidana.
Mardani H Maming telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap pengalihan Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Kabupaten Tanah Bumbu. Kasus ini ditangani KPK setelah menerima laporan dari mantan Kepala Dinas Energi dan Pertambangan Kabupaten Tanah Bumbu, Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo.
Dwidjono sendiri telah divonis bersalah oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Banjarmasin. Kasus Dwidjono ditangani oleh Kejaksaan Agung.
Dalam laporannya, pihak Dwidjono menyebutkan keterlibatan Mardani dalam pengalihan IUP PT Berkah Karya Pratama Lestari (BKPL) ke PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN) pada 2011 lalu. Dia menyebut Mardani sebagai pihak yang memperkenalkannya dengan Direktur Utama PT PCN, Henry Soetio, di sebuah tempat di Jakarta.
Dwidjono juga menyatakan bahwa surat keputusan pengalihan IUP itu ditandatangani terlebih dahulu oleh Mardani sebelum dirinya memberikan rekomendasi. Selain itu, Dwidjono juga menyebut politikus PDIP tersebut menerima sejumlah uang dari PT PCN.
KPK telah menetapkan Mardani sebagai tersangka dalam kasus ini meskipun belum mengumumkannya secara resmi. Hal itu diketahui setelah komisi anti rasuah meminta Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM mencekal politikus PDIP tersebut bersama adiknya, Rois Sunandar.
Mardani H Maming lantas mengajukan gugatan praperadilan terkait penetapannya sebagai tersangka oleh KPK. Pria yang juga menjabat sebagai Bendahara Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu menilai penetapan dirinya sebagai tersangka cacat hukum.